Sore itu, ia menceritakan apa yang sebenarnya terjadi sebelum
akhirnya ia memutuskan untuk berhenti sekolah. Ia bercerita, saat olimpiade
waktu itu—tiga minggu sebelum ia memutuskan berhenti kuliah—Fikri datang menemuinya
dan mengatakan bahwa ia ingin menjalin hubungan dengannya.
Liliana—yang memang pada saat itu menaruh rasa pada Fikri—langsung
menyetujuinya tanpa pikir panjang. Di malam terakhir karantina, Fikri
mengajaknya jalan-jalan. Liliana merasa bahwa itu merupakan hari paling bahagia
untuknya hingga insiden itu terjadi. Fikri membawanya ke kelab dan mencekokinya
alkohol.
Liliana yang memiliki toleransi rendah pada alkohol langsung
mabuk. Kesempatan itu digunakan Fikri dengan baik. Fikri membawanya kembali ke
hotel dan menidurinya. Satu minggu setelahnya, ia mengetahui fakta bahwa Fikri
melakukan hal tersebut karena taruhan dengan teman-temannya. Tentu saja Fikri
yang memenangkan taruhan tersebut. Ia bahkan member bonus video kepada
teman-temannya.
Liliana marah dan kecewa, tetapi tak bisa melakukan apa-apa. Ia
bahkan terlalu malu untuk menceritakan semuanya pada Bintang. Ia memilih
bersikap biasa saja dan melupakan semuanya. Di saat ia hampir bangkit, hidupnya
sekali lagi hancur. Ia mengetahui bahwa ia mengandung. Orang pertama yang
mengetahui hal itu selain dirinya adalah dokter sekolah mereka.
Dokter tersebut melapor pada pihak sekolah. Selanjutnya, sudah
bisa ditebak seperti apa jalan ceritanya. Ia diminta untuk memilih keluar
sendiri atau dikeluarkan. Tentunya ia memilih pilihan yang aman, keluar dengan
keinginannya sendiri. Setelah hari itu, ia meratapi nasibnya selama beberapa
waktu. Kemudian, ia mencoba bangkit. Bekerja di sana sini demi mendapatkan uang
untuk persalinan dan kehidupan sehari-harinya.
Dua tahun lalu, Fikri mendatanginya dan meminta maaf padanya.
Sekaligus memberi kabar yang membuatnya hancur sekali lagi. Fikri mengatakan
padanya bahwa pria itu mengidap HIV dan meminta gadis itu untuk sekalian
memeriksakan dirinya. Liliana mengikuti saran pria itu demi meyakinkan bahwa
dirinya serta sang buah hati baik-baik saja. Demi melakukan pengecekan penuh,
ia meminjam uang pada tetangga-tetangganya.
“Hari itu, aku tahu kalau aku juga penderita. Selain HIV, ternyata
aku mengidap kanker usus. Untungnya, Bulan bersih. Waktuku sudah gak lama lagi.
Aku juga sudah mencoba mencari panti asuhan yang baik untuk Bulan,” tutup
Liliana dengan senyum miris.
“Aku aja,” tawar Bintang impulsif.
Liliana menggeleng tegas. “Jangan merusak masa depan kamu demi
Bulan, Tang. Aku sayang kamu, sama seperti aku sayang Bulan. Aku akan berusaha
cari cara agar Bulan tetap bahagia dan nyaman meski aku gak ada.”
Bintang menggeleng tegas. “Gak! Aku bisa! Aku yang akan jaga Bulan
gantiin kamu. Ya?” pinta Bintang. Ia tak akan mau kehilangan Liliana lagi, atau
seminimalnya peninggalan Liliana. Ia pasti bisa merawat Bulan dengan baik. Dan
hal itu tak akan merusak masa depannya.
“Jaga anak itu gak gampang, Tang. Walau Bulan anaknya penurut,
tapi tetap aja susah,” jelas Liliana lembut. Ia sungguh tak ingin menyusahkan
temannya. Liliana menarik napas panjang, mendadak napasnya terasa sesak dan
perutnya terasa sakit. Sebuah ringisan pelan meluncur dari bibirnya.
Bintang panik. Ia menurunkan Bulan dari pangkuannya dan segera
mendekati Liliana. Namun, gerakannya terhenti saat Liliana mengangkat tangannya
dan menggeleng pelan. “Aku gak apa,” lirihnya dengan suara yang lemah dan
serak. Seulas senyum ia tarik untuk menenangkan Bintang yang masih cemas.
Bulan sendiri sudah mendekati Liliana dan menggenggam tangan kurus
itu. Kedua mata bulat dan besar itu menatapnya khawatir. “Mama, atit?” Tangan
mungil itu menarik tangan kurus Liliana dan menggenggamnya pelan selama
beberapa saat. Lalu gadis kecil itu meminta Liliana membungkukkan badannya dan
langsung dituruti Liliana. Bulan langsung mengalungkan lengan mungilnya di
leher Liliana.
Bintang tersenyum melihat interaksi hangat antara sahabatnya
dengan putri kecilnya. Hari itu, kondisi Liliana memburuk dengan cepat. Ia
menyadari bahwa selama Liliana bercerita, gadis itu menahan rasa sakit agar ia
tak khawatir walau akhirnya ia ambruk juga.
Januari 2023
“Mami! Aku dapat ranking 1, lho!” pamer seorang bocah kecil sambil
mengacungkan rapornya. Wajahnya berseri saat berlari menuju seorang wanita
dewasa yang mengenakan blazer hitam.
Wanita itu berjongkok dan menyambutnya ke dalam pelukan hangat.
Bintang tersenyum lebar dan mengecup kening Bulan dengan sayang. “Bagus!
Anak pintar! Ayo, hari ini kita mau kunjungi mama, ‘kan?”
Bulan mengangguk tegas. Hari ini merupakan hari peringatan
Liliana. Berhubung Liliana memilih untuk dibakar dan abunya dilarung ke laut,
setiap tahunnya, Bintang selalu mengajak Bulan untuk mengunjunginya. Liliana
meninggalkan mereka tahun lalu, ia juga berhasil meyakinkan sahabatnya bahwa ia
bisa menjaga Bulan dengan baik tanpa harus merusak masa depannya. Oleh karena
itu, selama ia bersama dengan Liliana ia berusaha sekeras mungkin tamat dengan
cepat dan mendapatkan pekerjaan yang baik.
Kini, ia berhasil. Ia tinggal bersama dengan Bulan dan mengadopsi
Bulan secara resmi. Orang tuanya pun tak menolak Bulan—itu adalah bagian yang
paling penting dan melegakan baginnya. Orang tuanya menyayangi Bulan seperti
cucu mereka sendiri.
END
#jurnalhydramates
#jurnal_hm_desember
#jurnal_hm_minggu_ke1
#day12
#cerbung
0 comments:
Posting Komentar