Kliping


Tangan kurus itu aktif menggunting kertas beberapa lembar kertas warna-warni berisi tulisan, lalu menempelkannya pada bukunya. Senyum kecilnya terkembang puas saat melihat hasil karyanya yang rapi. Setelah selesai, ia membereskan sisa kertas yang tak digunakan lagi dan membuangnya ke dalam tempat sampah. Kemudian, tangan kurusnya bergerak cekatan menyusun kembali semua perkakas yang ia gunakan tadi pada tempatnya.

"Selesai," desahnya puas. 

"Kamu ngapain, Na?" Pintu putih yang tertutup rapat itu diketuk dari luar. Suara lembut memanggilnya hingga ia menyimpan buku tersebut dengan terburu-buru sebelum membuka pintu.

Pintu terbuka dan menampilkan sesosok wajah murah senyum dan cantik. "Aku gak ngapa-ngapain, kok, Kak." Seulas senyum tipis ia hadiahkan pada wanita yang berselisih umur 10 tahun dengannya itu.

"Kalau gak ngapa-ngapain kenapa pintunya ditutup rapat gitu, Na?" Lagi, sang kakak bertanya lantaran tak dapat menyudahi rasa penasarannya.

Giana menggeleng. "Hanya sesuatu. Aku ingin berubah. Aku gak bisa terus kayak gini, 'kan, Kak?" 

Sendu dirasakan oleh keduanya. Ariani mengusap lembut puncak kepala adiknya. Ia mengangguk mantap. Mereka memang harus berubah. Sesuatu harus dilakukan. Mereka tak bisa hidup dalam terus dengan label "anak pembunuh". 

"Harus, dong. Kita harus berubah. Mari kita pindah dan cari lingkungan di mana kita bisa hidup tenang," ajak Ariani lembut.

Giana menggeleng tegas. "Bukan. Itu namanya melarikan diri. Sudah cukup kita melarikan diri, Kak. Ayo kita kumpulkan senjata untuk memberikan serangan balasan."

Ya, cukup sudah mereka diam dan menerima semua cacian yang dilemparkan untuk mereka. Tak ada alasan mereka harus menerima itu semua. Jika mereka diam saja, mereka akan digilas habis oleh manusia-manusia kelaparan itu. Mereka harus bertindak, mengumpulkan senjata sebanyak mungkin untuk membalikkan keadaan.


#agustusrawspunyacerita
#yuknulisbarengrawshari1

0 comments:

Posting Komentar