Setiap orang pasti memiliki rencananya masing-masing. Baik rencana jangka panjang, maupun jangka pendek. Ada yang menganggap rencana mereka itu merupakan cita-cita—cita-cita jangka panjang dan pendek. Lalu aku? Entahlah. Di dalam hidup ini, aku tak pernah memikirkan ke depannya aku mau bagimana. Bagiku, jalani saja hidup ini seolah besok aku tak bisa hidup lagi.

“Tapi tetap punya rencana dong?” Pasti begitu pemikiran kalian.

Sejujurnya, aku tak bisa mengatakan bahwa itu salah ataupun benar. Aku tak bisa menyebutnya sebagai rencana karena kalau kita melihat ke belakang, aku bisa mengatakan satu hal yang pasti. Rencana yang kubuat selalu gagal—tak ada satu pun yang berhasil. Maka dari itu aku lebih suka yang dadakan—bukan surprise—daripada perencanaan.

Sebenarnya, mungkin jika ada perencanaan, hidup ini akan terasa lebih menantang. Benar, aku setuju dengan pernyataan tersebut. Memang benar jika kita ada rencana, kita akan merasa tertantang untuk segera mewujudkannya. Setiap hari kita akan terus menerus berusaha untuk menggapainya. Akan tetapi, ketika rencana kita hancur, maka hati kita juga akan ikut hancur.

Itu bukanlah hal yang aneh. Wajar, menurutku. Memang serapuh itulah hati manusia. Akan tetapi, ketika rencana kita tak mencapai hasil yang kita inginkan bukan berarti kita harus menyerah. Kita hanya perlu ‘membelokkan’ sedikit rencana kita. Tak ada yang tahu, bisa saja ‘belokan’ rencana kita bisa menuntun kita ke hasil yang lebih memuaskan. Dengan pemikiran seperti itu, mari pikirkan rencana kita dan alternatifnya jika rencananya gagal.

Lalu, apa rencanaku? Dan apa pula alternatifku? Hmmm … seperti yang kubilang di atas, aku tak memiliki rencana apapun dalam hidup ini. Aku tak bohong. Aku lebih suka menyebutnya ‘harapan’ daripada ‘rencana’. Maka daripada itu pula, aku tak mempunyai alternatif. Baiklah, harapanku untuk lima tahun ke depan adalah :

1.    1 . Bisa hidup mandiri

Sudah sejak lama aku ingin tinggal sendiri, bukan tinggal dengan orang tua. Aku ingin, tinggal di rumah yang cuma ada aku sendiri saja. Aku ingin membuktikan pada orang tuaku, bahwa tanpa mereka pun, aku bisa melalui semuanya sendirian. Bukannya aku tak suka, hanya saja aku ingin belajar mandiri. Tinggal sendiri, bersih-bersih sendiri, semuanya dilakukan sendirian. Aku tahu bahwa pada awalnya mungkin akan sulit karena dari kecil aku tak pernah berpisah dari orang tuaku dan aku juga amat sangat tahu alasan dari kekhawatiran mereka. Akan tetapi, aku tetap berharap mereka akan memberikan izin mereka padaku untuk hidup sendiri jauh dari mereka. Aku ingin bebas.

2.     2. Sebuah rumah untuk tempat tinggal

Rumah yang dibeli atas nama kedua orang tuaku. Ya, aku sangat menginginkannya. Selama ini, kita hidup dengan berpindah dari satu tempat, ke tempat lainnya karena rumah yang kita tinggali bukanlah rumah milik sendiri. Melainkan rumah kontrakan. Sebenarnya rasanya senang, jika lingkungan awal yang kita tinggali tak menyenangkan dan kita berpindah ke tempat yang baru. Namun, tak begitu menyenangkan karena susah jika beradaptasi dari awal di tempat yang baru.

 

#30daysjournalingchallenge
#day10

 

3 kata padahal tak banyak. Namun ketika disuruh untuk mendeskripsikan diri sendiri dengan tiga kata itu rasanya sangatlah banyak. Baiklah. Karena tema hari ini memang memaksaku agar aku bisa mendeskripsikan diriku dengan tiga kata. Menurutku, tiga kata inilah yang paling pas. Judes dan irit ngomong. Sudah tiga kata, kan?

Akan tetapi, Zul marah. Katanya, itu bukan termaksud tiga kata. Jadi terpaksa memutar otakku kembali. Dan beginilah jawabannya .... 

1.    Judes

Aku sering mendengar hal ini dari orang-orang sekitar. Aku tipe manusia yang malas menyapa orang, bahkan jika itu seorang guru atau orang yang lebih tua sekalipun. Jika tak dalam keadaan terpaksa, aku tak akan memanggil orang. Karena menurutku lebih baik menghindar saja. Rasanya akan sangat melelahkan jika meladeni orang.

Bukan hanya karena hal itu saja, aku bisa mengakui diriku orang yang judes lantaran aku tak suka jika ada yang menyentuh barang-barangku atau masuk ke dalam teritoriku.
Selain itu, hal yang membuatku yakin aku orang yang judes adalah banyak yang salah paham ketika melihat wajah tanpa ekspresiku. Aku sering mendengar kalimat. “Kamu lagi marah, ya? Jangan marah-marah dong.” Padahal, sebenarnya aku tak marah sama sekali. Entah apa yang membuat mereka berpikir bahwa aku diam karena aku marah. Entahlah. Mungkin karena aku terlalu malas juga untuk meluruskan kesalahpahaman tersebut, terkadang mereka berpikir bahwa aku benar-benar marah. Walau sebenarnya tidak dan sejujurnya aku tak terlalu peduli.

 

2.      Pendiam

Ya, aku tipe yang pendiam. Atau mungkin bukan pendiam, lebih tepatnya irit ngomong. Sudah kukatakan di atas. Aku bukan tipe orang yang akan memulai percakapan duluan. Bahkan ketika melihat orang yang kukenal pun, aku lebih memilih untuk menghindar daripada menyapa. Mulutku akan selalu terkunci jika aku sedang merasa tak ingin ngobrol. Bukan hanya ketika rasa malas mendera, aku juga tak akan membuka mulutku ketika lawan bicaraku bukanlah orang yang kusuka.

Mulutku seakan terkunci agar tak bisa membalas perkataan dari orang-orang yang tak kusukai, seperti orang-orang yang sok akrab, orang-orang yang sombong, dan tukang gosip.

 

3.       Random

Yap, aku tipe manusia yang sangat random jika kalian tak ingin mengatakan aku seorang yang memiliki mood swing yang amat sangat cepat. Jujur saja, kamu bisa menemukanku berada di suasana hati yang sangat bertolak belakang dalam waktu lima detik saja.  Walau begitu, aku bukan marah tanpa alasan, sih. Selalu saja ada alasan yang membuat emosiku naik turun.

 

Kayaknya cukup sekian deh 3 kata yang menggambarkan diriku. Rasanya, tak ada yang positif ya? Akan tetapi, memang begitulah adanya. Aku tak ingin munafik dengan mengumbar kata-kata yang mengatakan bahwa aku orang yang baik padahal bukan.

 

#30daysjournalingchalleng
#day9

 

Jika mendapat pertanyaan seperti di atas, mungkin yang akan terlintas di pikiran kalian adalah berbagai macam hal seperti hantu, tikus, kecoak,  ular, buaya, harimau, singa, dan lain sebagainya. Aku pun sama. Begitu mendapat pertanyaan apa yang aku takuti, mungkin hal pertama yang terlintas di pikiranku adalah serangga. Aku benci sekali dengan serangga—segala jenis serangga.

Sepertinya bukan hanya serangga. Kalau diingat-ingat, aku juga takut dengan anjing. Padahal dulu sewaktu masih kecil, di rumah ada memelihara anjing. Aku tak tahu jenisnya apa, tetapi yang kuingat warnanya hitam. Anjingnya lebih tinggi daripada aku yang berumur sekitar 5 tahun. Kami memanggilnya Blackie. (Baru kusadari kalau ini sangat tidak kreatif. Hahahaha)

Saat itu, setiap aku mau masuk rumah. Aku pasti akan selalu memastikan bahwa ada yang memegangnya. Jika tak ada, aku tak akan masuk ke dalam rumah karena pos miliknya adalah di dekat pintu masuk. Biasanya yang memegangginya adalah adik papa dan terkadang adik papa itu memintaku untuk mengelusnya. Aku tak tahu mengapa aku sangat takut padanya walau dia tak pernah menggeram padaku atau menggonggongiku.

Lalu, ada satu cerita mengenai dikejar anjing yang aku ingat. Aku diminta membeli minuman di warung yang berada tepat di depan rumah nenek oleh abang mama. Biasanya anjing mereka, mereka rantai. Akan tetapi, entah mengapa, di hari itu, anjing hitam nan besar itu tak terantai. Dan tepat di saat aku hendak pulang ke rumah nenek, anjing tersebut keluar. Aku yang kaget lantaran mendengar gonggongannya memutuskan untuk berlari tanpa pikir panjang. Jarak yang seharusnya tak begitu jauh, di saat itu terasa amat sangat jauh.

Mama yang melihatku lari hanya tertawa dan member saran dari tempatnya. “Jangan lari! Kalau kamu lari, nanti dianya makin kejar. Lihat dulu baik-baik! Anjingnya cuma mau ngajak kamu main, kok!” ujar Mama kala itu di sela-sela tawanya. Aku yang sudah hampir menangis mana mungkin berbalik hanya untuk memastikan ucapan mama. Hari itu, aku berpikir bahwa mama sungguh kejam, bukannya menolong aku yang dikejar, malah memintaku berhenti dan bermain dengannya. Walau begitu, pada akhirnya aku sampai dengan selamat di rumah nenek dan anjing tersebut tak mengejar hingga ke dalam rumah.

Serangga yang paling kubenci adalah kecoak. Menurutku, mereka sangatlah kotor dan juga bau. Jika tak percaya, buktikan saja. Kecoak dalam radius satu meter akan tercium aroma busuknya. Pernah sekali, saat hendak pergi ke sekolah dan bus sudah sampai di depan rumah. Aku yang belum mengenakan sepatu pun buru-buru mengenakannya. Akan tetapi, begitu kakiku masuk sempurna ke dalam sepatu. Aku merasakan bahwa ada yang aneh di sana.

Aku pun membuka kembali dan menuangkan apapun yang ada di dalam sana ke atas tangan. Begitu benda tersebut jatuh di atas telapak tanganku. Aku tak mampu menahan teriakan kagetku. Lantas kulempar kecoak tersebut ke sembarang arah. Tak kupedulikan kecoak tersebut terbang mengenai saudaraku atau tidak. Yang kupedulikan saat itu hanyalah makhluk menjijikan itu harus enyah dari tanganku. Yah, bisa dibilang saat itu adikku sedang sial. Si kecoak masuk ke dalam bajunya hingga membuatnya melompat-lompat sembari menarik keluar bajunya. Akhirnya si kecoak jatuh dan penyek lantaran terinjak. (RIP Kecoak ^^)

#30daysjournalingchallenge
#day8

 

Bagaimana menunjukkan rasa sayang, ya? Hmm ... gimana, ya? Sejujurnya, aku gak tau sih, ya. Kalau ditanya kenapa, ya jawabannya jelas, 'kan? Karena aku jarang atau mungkin bahkan gak pernah nunjukkin rasa sayang aku ke orang-orang sekitar.

Kurasa, semua rasa sayang yang kita tunjukkan kepada seseorang. Harus dilihat dari segala aspek. Baik situasi, kondisi, dan bahkan orang yang menerimanya. Apakah orang tersebut layak untuk mendapatkan kasih dari kita ataukah tak layak? Entahlah.

Semua orang punya caranya tersendiri dalam menunjukkannya. Ada yang dengan menggunakan kekerasan, ada pula yang menunjukkannya dengan langkah lembut dan penuh perhatian. Siapa yang bisa menilai bahwa salah satu cara tersebut merupakan yang benar ataukah salah?

Dunia ini abu-abu. Tak ada yang seratus persen benar, maupun seratus persen salah. Setidaknya, begitulah menurutku. Entah bagaimana menurut kalian, aku tak akan memaksakan pendapatku. Semua pemikiran kalian adalah hak kalian.

Rasa sayang terkadang juga ditunjukkan dengan cara pengabaian. Apakah cara tersebut salah? Mungkin iya, tetapi mungkin juga bukan. Ketika kita melihat dari sisi A, mungkin jawabannya bukan. Akan tetapi, jika kita telisik dari sisi sebaliknya mungkin saja jawabannya adalah iya.

Menurutku, mungkin lebih bagusnya rasa sayang ditunjukkan dengan cara tetap ada di sisinya ketika dia merasa rapuh. Selalu memberinya semangat ketika dia merasa lelah. Apresiasi dia ketika melakukan sesuatu yang hebat atau benar, bahkan untuk hal kecil sekali pun. Dan jika dia melakukan kesalahan, marahi dia dan memberitahunya bahwa apa yang dia lakukan bukanlah hal yang benar. Kemudian mengarahkannya pada jalan yang seharusnya.

Mungkin ... seharusnya rasa sayang ditunjukkan dengan cara seperti itu. Memberi kenyamanan dan perlindungan ketika dia sedang jatuh. Dan memberi pengarahan ketika dia sedang tersesat. Mungkin itu adalah cara menunjukkan rasa sayang yang paling benar. Akan tetapi, tak ada yang tahu pasti bukan?

Lalu, mari kita balikkan pertanyaannya. Bagaimana kamu tahu bahwa kamu disayang? Mungkin ada berbagai macam jawaban yang berbeda karena kalian semua adalah pribadi yang berbeda-beda. Oke. Sebenarnya ini sudah melenceng jauh dari topik.

Mari kembali ke topik utama. Caraku menunjukkan rasa sayangku? Mungkin jawaban tepatnya tak ada. Aku manusia yang sangat amat pasif. Memandang hubungan manusia hanya sekedar simbiosis. Jika mutualisme, aku akan melanjutkannya. Jika parasitisme, aku akan segera memotong hubungan tersebut. Jika komensalisme akan kupertimbangkan kembali hubungan tersebut.

Dalam berhubungan dengan sesama, menurutku tak boleh terlalu melibatkan perasaan. Karena hal tersebut tak berguna sama sekali. Kamu akan sakit ketika terlalu berharap lebih. Dan manusia cenderung mematahkan harapanmu. Lalu, kamu akan tenggelam dalam kekecewaan. Intinya, aku memperlakukan orang-orang bukan berdasarkan rasa sayang. Akan tetapi, bagaimana mereka memperlakukan aku. Jika mereka baik padaku, aku pun akan melakukan hal sebaliknya.

#30daysjournalingchallenge
#day7

 

Lagu, sesuatu yang tak bisa dipisahkan dari hidupku—setidaknya begitulah menurutku. Di saat sedih, kesal, marah, senang, bingung, frustrasi, kecewa. Aku selalu mengontrolnya dengan mendengarkan lagu. Walau begitu, jangan pernah berpikiran bahwa suaraku bagus. Tidak. Suaraku bisa membuat pening kalian yang mendengarnya. Jadi, jangan memintaku untuk bernyanyi.

Kapan saja dan di mana saja, lagu selalu berhasil menenangkanku. Lagu juga berhasil mengalihkan pikiranku, ketika mereka dalam keadaan ruwet. Kalau ditanya apa lagu kesukaanku, aku akan menjawab banyak lagu yang kusukai. Akan tetapi, aku akan memilih 3 dari lagu-lagu kesukaanku yang menurutku sangat menggambarkan keadaanku—atau mungkin lebih tepatnya lagu yang bisa memberiku semangat.

Nobody Knows – Choi Young Jae “GOT7”

Lagu pertama, lagu milik Choi Youngjae dari boygrup GOT7. Lagu yang termasuk di dalam album GOT7 yang berjudul “Present : You”. Lagu ini, menurutku sangat … apa, ya? Bagaimana aku bisa menggambarkannya? Hmm … pokoknya, aku menyukainya karna lirik lagunya yang begitu dalam dan bermakna.

Satu bait yang sangat amat kusukai dan selalu kuputar ulang lagunya hanya demi mendengar bait tersebut adalah :

Nobody knows
amugeosdo neoneun molla

naneun oerowosseo honja
ireon moseup boigi silheo
gamchwoman wasseo

Bait tersebut memiliki arti :

Tak ada yang tahu,
Kamu tak tahu apa-apa,
Aku kesepian sendirian,
Aku tak ingin terlihat seperti ini,
maka aku menyembunyikannya.

Bagaimana menurut kalian? Aku tak tahu kalian akan suka atau tidak, tetapi aku sangat menyukainya karna menurutku lagu itu benar-benar menggambarkan perasaan banyak orang—salah satunya diriku. Saat sedih, aku sering mendengar lagu ini. Namun, terkadang di saat senang pun aku mendengarnya. Lagu ini, membuatku tahu bahwa di dunia ini, bukan hanya aku yang kesepian sendirian dan tak ingin memperlihatkannya pada orang.

Road – G.O.D

Lagu kedua ini, sebenarnya aku belum pernah mendengar lagu versi aslinya bagaimana. Pertama kali aku mendengarnya saat aku menonton acara ‘Begin Again’ yang dinyanyikan oleh Henry, Crush, Su Hyun, dan lainnya. Akan tetapi, aku lebih sering mendengar versi yang dinyanyikan oleh Henry, IU, Jo Hyun Ah, dan Yang Da Il. Kenapa aku menyukainya. Karna lagu ini sangat menggambarkan pemikiran orang-orang.

Berikut potongan lirik lagu pembukanya beserta artinya :

naega ganeun igiri
eodiro ganeunji
eodiro nal deryeoganeunji geu goseun eodinji
al su eopsjiman al su eopsjiman al su eopsjiman
neuldo nan georeogago inne

Arti :

Jalan yang kuambil ini
Ke manakah akan membawaku?
di manakah tempat itu?

Aku tidak tahu, aku tidak tahu,aku tidak tahu
Tetapi hari ini pun aku tetap melalui jalan ini  

Lagu ini, menurutku sangat cocok didengar saat aku mengalami kebimbangan.

Stray Kids – Grow Up

Kenapa suka lagu ini? Tentu, ada bait yang menurutku sangat amat menyemangati diriku ketika aku merasa rapuh dan juga lelah. Lagu ini, cocok didengar saat kamu merasa dunia tengah mengkhianati dirimu—begitulah menurutku. Bait terfavoritku dalam lagu ini adalah kata-kata yang mungkin ingin didengar oleh semua orang ketika sedang lelah melakukan semua hal. Bait yang berisikan apresiasi.

Neon jal hago isseo oh
Neon jal hago isseo yeah
himnae jom chameumyeon dwae
naega gyeote isseulge

Arti :

Kau sudah melakukan dengan baik
Kau sudah melakukan dengan baik
Bertahanlah sedikit lagi, ayo kau bisa melakukannya
Aku akan selalu di sampingmu

Sekian daftar lagu yang aku suka, kuharap kalian mau coba dengar dan lagu-lagu itu bisa menyemangati kalian juga.

#30daysjournalingchallenge
#day6