Yo, Gengs! Balik lagi sesi non-fiksi bareng Ael. Biar gak pada pusing waktu mantengin artikel ini, siapkan dulu cemilannya, ya. Mau kerupuk boleh, gorengan juga boleh. Terus minumnya, es cendol enak kali, ya?
Di masa pandemi seperti sekarang, pemerintah mengimbau agar kita tidak keluar rumah jika tak berkepentingan demi menekan angka penderita covid-19. Lalu, bagaimana dengan anak murid yang harus tetap belajar di masa pandemi seperti sekarang ini. Salah satu solusinya adalah dengan metode daring.
Dengan metode ini, anak murid bisa tetap belajar walau tak datang ke sekolah. Guru-guru memberikan materi melalui sosial media seperti, Google Classroom, Google Meet, Zoom, atau bahkan Whatsapp. Walau begitu, banyak pihak yang mengeluhkan metode ini. Di mulai dari emak, anak, bahkan pihak guru sendiri. Walau begitu, dari hasil wawancara, bisa diketahui bahwa tak semua guru memberikan penjelasan sebelum memberikan tugas.
Tentunya, setiap metode pembelajaran, baik secara daring maupun offline memiliki enak dan tak enaknya sendiri. Berikut merupakan enak tak enaknya belajar secara daring menurut beberapa orang.
Enaknya Belajar Daring
Berdasarkan hasil wawancaraku dari berbagai pihak. Aku mendapati bahwa rupanya ada yang merasa keuntungan dari daring ini sendiri. Berikut hasil wawancaraku dari berbagai pihak.
“Enaknya daring …Ujian, tugas semua bisa tanya temen or Google,” ungkap Odey—murid SMA.
“Enaknya, kita bisa leluasa mengatur diri sendiri di rumah. Banyaknya waktu luang,” ungkap Alif—Mahasiswa baru.
“Enaknya itu, kita bisa tau perkembangan anak sejauh mana .. apa yg dia kuasai dan bagian mana yang belum dia ngerti,” ungkap Ibu R—ibu rumah tangga.
“Enaknya , paling santai aja bisa kerja di rumah,” ungkap Bapak R—guru SMP dan SMK.
“Lebi untung ngajar online sikit. Aku cuma ngajar seminggu 2 kali, sedangkan kalau offline aku harus ngajar dari senin sampai jumat,” ungkap VW—guru les.
Tak Enak Belajar Daring
Kalau ada enaknya, tentu ada tak enaknya juga dong. Nah, kalau tak enaknya belajar daring ini, sih. Banyak yang bilang tak enak, ya. Contohnya kayak mereka-mereka ini.
“Ga enaknya, kalau ga ketemu penyelesaian gatau mau tanya siapa,” ungkap Odey. Menurut keterangannya, mereka tak memiliki kontak guru yang bersangkutan lantaran semua materi dan tugas diberikan hanya melalui Google Classroom atau Google Meet.
Lalu, darinya pun, aku mengetahui bahwa ternyata di saat libur nasional yang bertepatan dengan weekday, ada guru yang tetap melakukan kegiatan mengajar. Di saat mereka protes, sang guru malah mengatakan sesuatu yang tak dapat mereka bantah. “Libur tak libur, kalian kan tetap di rumah saja.”
Selain itu, menurut mahasiswa baru, tak enaknya dari metode daring ini adalah “Jadi, kita harus dipaksa menatap layar gadget, dengan banyak distraksi layang melintang di sekitar kita. Keadaan rumah tidak sekondusif kelas, jadi banyak kasus saya gak konsentrasi dsb. Dan, tekanan mental yang tidak bisa dibagi. Kenapa? Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, kita gak bisa hidup tanpa orang lain.”
Berbeda dengan mahasiswa dan siswa, menurut ibu rumah tangga pun berbeda lagi. Ibu R mengungkapkan, “Gak enaknya. Ya paling harus pake kesabaran ekstra kalo ngajar TK gini mah. dan lagi kadang untuk sebagian orang tua juga kan gatau metode belajar kayak guru di sekolah yang bisa bikin anak mudah mengerti.”
Sementara itu, menurut Bapak R yang merupakan seorang guru. Alasan dari tak enaknya metode daring ini, “Gak enaknya banyak, Kurang paham kondisi anak. Ngajarnya kurang leluasa karena nggak bisa kasih penjelasan detail. Ngisi absennya gitu ... lebih lama dibanding tatap muka yang langsung ketemu anaknya.”
Dan tanggapan guru les yang berinisial VW pun berbeda dengan guru. Ia mengatakan, “Ribet kali. Mau koreksi, muridnya harus foto kasih aku. Terus nanti aku edit deh, diconteng-conteng, dilingkari mana yang salah. Kadang online suara murid putus-putus, tapi gak sering. Terus aplikasi Zoom dibatasi waktu 40 menit.”
Sekian artikel kali ini.
#ODOP
#OneDayOnePost
#ODOPBatch8
#TantanganPekan7
0 comments:
Posting Komentar