Shower Alami


Giana yang masih berkutat dengan buku coklatnya, menatap ke luar jendela. Keningnya berkerut saat melihat tetes air yang menempel pada jendelanya. "Hujan," gumamnya kecil. Matanya ia alihkan pada jam dinding yang ada di kamarnya. Jarum pendeknya berada di antara angka lima dan enam, sedangkan jarum panjangnya sudah melewati angka tujuh menuju angak delapan. 

Kakinya yang tadinya terlipat, membuka lebar, lalu ia gunakan untuk menopang tubuhnya. Kakinya melangkah menuju pintu depan, sebelum keluar. Tangan kurusnya menyambar sebuah payung berwarna hitam. Dengan gerakan ringan, ia membuka pintu. Sebelum meninggalkan rumah, ia menguncinya. 

Langkah ringannya membawanya menuju depan gang rumahnya. Keadaannya tak begitu gelap lantaran lampu jalanan sudah dihidupkan. Sembari menunggu, Giana bersenandung kecil mengikuti alunan yang menyapa gendang telinganya. Matanya terpejam, menghirup aroma tanah yang naik akibat gerimis padat ini. 

"Lagi apa, Dek?" Sebuah suara familiar menyapanya, membuat matanya terbuka. Binar senang terbit begitu saja di manik coklatnya.

"Nungguin kakak," jawabnya pada Ariani yang sudah masuk ke dalam lindungan payung. 

Ariani mengacak rambut Giana sayang. "Aduh! Manisnya adek kakak. Udah mandi belum?" tanyanya saat melihat seragam putih abu-abu masih menempel sempurna di tubuh kurus sang adik.

Giana tersenyum, lalu menggeleng. "Ini sekarang mau mandi," ujarnya membuat kening Ariani terlipat.

"Sekarang? Di sini?" tanyanya.

Giana mengangguk mantap. "Tentu aja! Kan udah ada shower alaminya," balasnya seraya menutup payung hitam tersebut. Tak perlu menunggu waktu lama, tangisan kecil bumi pun mengguyur mereka berdua. Malam itu, keduanya menari di bawah guyuran gerimis yang padat.


#agustusrawspunyacerita
#nulisteruspantangmundurbiareksisdiharikelima


0 comments:

Posting Komentar