Kumpulan Bukti


Ariani mengintip dari balik celah pintu kamar yang tak tertutup rapat. Rasa penasaran mendorong kakinya melangkah masuk diam-diam. Ia menghampiri adiknya yang tengah sibuk menuliskan sesuatu pada sebuah buku coklat yang ada sejak Giana mengatakan akan berubah. Kepalanya mengintip dari bahu adikknya.

Kedua matanya membelalak lebar saat mendapati berbagai potongan foto yang ia yakini merupakan TKP pembunuhan yang dituduhkan pada ayah mereka. "Kamu dapat dari mana ini, Na?" tanyanya kaget.

Giana menoleh, kedua tangannya bergerak cepat menutup buku bersampul coklat itu. Ditatapnya sang kakak sejenak. Aura tegang menyeliputi kedua kakak beradik itu selama beberapa menit. Apalagi tak ada yang bersuara. 

Giana menyelinap dari bawah kungkungan lengan sang kakak, lalu berjalan menjauh. Diletakkannya buku bersampul coklat itu ke atas lemari. Ariani mengejarnya. "Berikan," todongnya seraya mengulurkan telapak tangannya terbuka.

Giana mendengkus, "Ambil saja sendiri kalau kakak bisa." Setelahnya, gadis itu berjalan menjauh dari sang kakak dan mendaratkan bokongnya di atas kursi yang ada di ruangan tersebut.

Ariani berdecih. Tatapan sebal ia berikan pada sang adik. Dalam hati, ia terus mengomeli adiknya. Walau ia sudah berjinjit untuk memaksimalkan tinggi badannya dan mengulurkan tangannya sepanjang mungkin. Ia tetap tak bisa menggapai buku sakti sang adik. Tak hilang akal, ia mengambil kursi dan meletakkannya di depan lemari tersebut. 

Mata Giana membelalak kaget saat melihat sang kakak menggunakan alat bantu, ia segera berdiri dan berlari, menyambar buku tersebut. Kemudian, berlari ke luar rumah. "Belum saatnya kakak tahu," ujarnya meninggalkan sang kakak yang hanya bisa bengong.



#agustusrawspunyacerita
#harikeenamyukbisayuk

0 comments:

Posting Komentar