Selembar Memori


Giana membongkar album foto yang mengabadikan momen-momennya bersama sang ayah. Kedua sudut bibirnya tertarik saat melihat selembar memori yang memuat dirinya saat masih kecil berlumur tepung yang tengah digendong oleh sang ayah, lalu di samping kiri ayahnya Ariani memeluk seraya tersenyum lebar ke arah depan.

***

"Papa! Aku mau cake," pinta seorang gadis cilik sembari memanjat kaki sang ayah yang tengah duduk menonton televisi.

Angga menunduk dan segera mengangkat malaikat kecilnya. "Kok tiba-tiba, Sayang?" tanyanya heran.

Pipi di wajah mungil itu menggembung kesal. Ia yakin ayahnya pasti melupakannya. Hari yang sudah ia tunggu-tunggu dari seminggu yang lalu. Lima belas menit telah berlalu, ayah dan anak itu masih diam. Giana kecil pun sudah tak tahan lagi, tangisnya pecah membuat sang kakak yang baru saja pulang sekolah segera berlari masuk sembari berteriak panik.

"Adek! Kamu kenapa?" Bahu Ariani merosot lemas saat melihat sang ayah ada di rumah. Ia kemudian menatap sang ayah meminta penjelasan. Akan tetapi, sang ayah hanya mengangkat bahu seraya menggerakkan bibir membentuk kata "cake" berulang kali. Ariani menepuk keningnya kuat.

Mampus! Bisa-bisanya aku lupa, batinnya panik.

"Adek, kita bikin aja, yuk. Sekarang kita bikin cake ulang tahun adek. Semalam kakak udah beli bahannya. Lebih seru buat sendiri, loh," bujuk Ariani membuat senyum sang adik kembali terkembang. Sepasang ayah anak itu pun menghela napas lega, merasa beruntung karena membujuk Giana merupakan pekerjaan yang mudah.

***

"Ah! Itu dia! Foto!" seru Giana senang, lalu berlari keluar kamar. Hampir saja ia menabrak Ariani yang baru masuk ke rumah. Beruntung refleks sang kakak cepat.

#agustusrawspunyacerita
#harikeempatmasihsemangatnuliswalauidekabur

0 comments:

Posting Komentar