Giana menuangkan isi kresek yang ia dapatkan dari hasil belanja barusan. Berbagai macam snack, roti, coklat, dan permen jatuh berserakan di atas meja. Ariani yang baru saja keluar dari kamar mandi menatap adiknya heran.
"Kamu ngapain, Dek?" tanya Ariani seraya berjalan mendekat.
Giana tersenyum puas sembari memamerkan jajanannya, "Pesta." Tangan kurusnya menarik sang kakak agar duduk bersila di atas lantai.
Kening Ariani terlipat dalam. Bingung, tentu saja. Ia sama sekali tak mengerti apa yang ada di dalam kepala kecil itu. Akan tetapi, bertanya pun percuma. Ia sudah hafal bagaimana tabiat adiknya. Adiknya itu, pasti tak akan pernah menceritakan apa pun padanya sebelum ia sendiri yakin. Biasanya, adiknya akan menceritakan padanya, bila ia rasa perlu. Untuk sementara, ia akan mempercayai Giana saja karena gadis itu memang cukup--bahkan sangat--bisa dipercaya.
Sembari memasukkan sekeping keripik ke dalam mulutnya. Senandung senang meluncur dari bibir tipis Giana. Matanya berbinar senang seolah sudah memenangkan lotre triliunan rupiah.
"Kamu habis menang lotre?" Ariani mengunyah sekeping roti kering seraya meneliti mimik sang adik.
Giana tersenyum senang. "Ho oh," jawabnya. Memang tak sepenuhnya bohong. Baginya, titik terang dalam kasus pembunuhan yang mencoreng nama sang ayah merupakan lotre yang sangat besar. Di balik nada membandel itu, ternyata tertulis sebuah nama. Nama yang sangat ia kenali dan ia akan mengunjunginya besok.
#agustusrawspunyacerita #tetapproduktifsambilrebahan
0 comments:
Posting Komentar