Ariani mengetuk-ngetuk jarinya gusar. Pagi sudah tiba, tetapi sang adik pun belum sampai rumah. Selaman ia bersama Danu menunggu kepulangan sang adik. Namun, tak terlihat batang hidung gadis kurus itu.
Danu melambaikan tangannya di depan wajah Ariani. "Sebaiknya kamu tidur," ujar pria itu membuat Ariani menggeram marah.
"Mana bisa saya tidur di saat saya gak tahu adik saya ada di mana? Apa dia baik-baik aja atau tidak? Bahkan saya belum bisa membuat laporan kehilangan karena ini belum 2x24 jam," keluh gadis itu seraya menatap tajam sahabat sang ayah.
Ia bisa melihat Danu sudah lebih segar dan bersih. Tadi pagi, Danu sempat tidur sebentar setelah membersihkan diri. Ariani juga sudah membalurkan salep pada luka-luka Danu. Danu menghela napas lelah.
"Om tahu kamu khawatir, tapi untuk sekarang tidak ada yang bisa kamu lakukan. Istirahatlah! Om akan pergi ke warung depan untuk membelikanmu sarapan." Tanpa mau repot menunggu jawaban Ariani, Danu melangkah pergi.
Dua puluh menit kemudian, ia kembali dengan tiga bungkus nasi. Ia menyerahkan satu bungkus pada Ariani dan membuka sebungkus untuk dirinya sendiri. "Untuk Giana kalau-kalau dia pulang," jelasnya saat Ariani menantap heran nasi yang satunya.
Selesai makan, Danu meminta Ariani untuk istirahat. Ia juga mengingatkan gadis itu agar meminta izin pada atasannya agar ia tak ditegur. Ariani jelas menolak usulannya untuk istirahat dan bersikeras ingin menanti sang adik saja.
"Jangan keras kepala! Kamu bisa sakit, Ariani. Aku akan pergi sebentar untuk mencari adikmu. Sebaiknya kamu istirahat saja," ujar pria itu lembut seraya mendorong Ariani masuk ke dalam kamar.
Ariani meragu. Bolehkah ia istirahat di saat tak ada kejelasan kabar mengenai sang adik? Tanpa dikomando, bayangan Giana yang berdarah-darah menyapa otaknya. Ia berbalik dan menatap Danu yang sudah hampir menutup pintu.
"Om Danu!" panggilnya membuat Danu menoleh, "sebenarnya apa yang sedang dilakukan Giana?"
#agustusrawspunyacerita
#limabelasharimenulistelahkulalui
0 comments:
Posting Komentar