Day12 of 30DJC

 

Wah! Pertanyaannya bikin kejang nih. Hahaha ....

Sahabat, ya? Sahabat itu sejenis makanan ringan bukan? Hehe .... Tentu aja bukan. Sahabat itu bisa dibilang sudah setingkat lebih tinggil dibandingkan teman. Teman itu setingkat lebih tinggi daripada kenalan. Dan kenalan setingkat lebih tinggi daripada orang asing. Oke. Cukup bahas masalah gak penting.

Sejujurnya, aku masih memandang rendah mengenai konsep 'berteman', apalagi 'persahabatan'. Melihat orang tuaku yang ditipu habis-habisan oleh teman puluhan tahun mereka, membuatku sedikit takut untuk berteman. Tentu saja, bayangkan saja. Sudah berteman puluhan tahun, tetapi tetap tega 'menjual' keluarga temannya agar terbebas dari lilitan utang. Kejam? Entahlah, mungkin memang begitulah sistem kerja dunia ini.

Lalu, pernah dikecewakan oleh orang yang sudah dianggap teman baik. Padahal dia sendiri tak menganggapku begitu membuat kepercayaan diriku hancur berantakan. Ketika aku melihat dirinya sebagai seorang teman baik, teman kompak yang kemana-mana selalu bersama. Akan tetapi, dia hanya melihatku sebagai adik si 'A' yang bahkan tak layak untuk disebut teman. Sakit? Jelas saja. Oleh karena itu, walau kejadiannya sudah terjadi lewat dari sepuluh tahun, aku masih tetap menganggapnya sebagai orang asing yang bahkan tak perlu kulirik sejak kejadian itu.

"Pendendam banget sih, Ael?"

Pasti banyak dari kalian yang berpikir seperti itu. Walau begitu, aku akan tetap melakukannya. Bukan karena aku dendam padanya, melainkan dia yang memang tak pantas untuk dianggap—menurutku. Kalian pasti berpikir aku terlalu kejam, 'kan? Terserah! Itu hak kalian mau berpikir aku seperti apa. Aku tak akan pernah peduli.

Lalu setelah kejadian-kejadian seperti itu, aku tak bisa dengan percaya dirinya menganggap seseorang sebagai 'teman' atau bahkan 'sahabat'. Seiring berjalannya waktu, aku mengerti sesuatu. Pertemanan yang selama ini kulihat, maksudnya hubungan saling memanfaatkan yang dibungkus dengan kedok teman. Pertemanan tersebut terkadang lebih awet daripada hubungan pertemanan yang hanya memberi saja atau bahkan menerima saja.

Begitulah aku mendapatkan makna seorang teman. Orang yang saling memberi, bukan hanya orang yang menerima saja atau yang memberi saja. Atau bisa saja orang-orang yang dikatakan teman merupakan sekelompok orang yang sedang berada di wadah yang sama. Setiap orang yang bersamaku saat ini, selalu kuberi label—teman sekelas, teman sosmed, teman kerja, dan lain sebagainya. Bisa menjadi teman karena berada di satu sekolah, satu angkatan, satu kelas, satu tempat kerja, teman satu komunitas di sosial media, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Namun sekarang, setelah aku terjun ke dunia sosial media. Aku mulai berpikir, mereka juga kulabeli dengan label 'teman sosmed', tapi apa yang kudapatkan dari mereka atau apa yang mereka dapatkan dariku? Tak ada. Aku mulai belajar pertemanan yang benar dari sini. Dari mereka, aku belajar, bahwa di saat senang kita bisa saling berbagi untuk meningkatkan mood kita. Dan di saat sedih, kita juga boleh berbagi untuk mengurangi beban di hati. Mungkin inilah yang disebut persahabatan. Beberapa orang di antaranya adalah Zul, Fela, Elsa, Ayu, Safa, dan ada beberapa lagi yang lain. (Yang gak kesebut maaf, ya. Hehe....)

Selain itu, dua orang 'teman'—ah, tidak, sahabat maksudku (kurasa mereka layak mendapatkan gelar tersebut)—yang masih setia bersamaku walau jalan yang kita tuju sudah berbeda. Kami sudah berteman hampir 7 tahun, yang awalnya aku kira akan putus, sama seperti pertemananku yang lain, tetapi ternyata tidak. Sungguh, aku senang. Walau kami jarang berbagi cerita. Ketika kami sedang bersedih, kami akan keluar bertiga.

Untuk kalian sahabat-sahabatku, terima kasih. Rasanya menyenangkan menjadi teman kalian. Bisa saja kita tak merasakan hal yang sama, tetapi untuk sekarang aku tak akan peduli lagi. Karena aku tahu dengan jelas bahwa manusia datang dan pergi sesuai keinginan mereka. Jika kalian ingin pergi dari hidupku, kalau bisa pergi baik-baik, ya.

#30daysjournalingchallenge
#day12


2 komentar: