Giana lagi-lagi hanya bisa menghela napas lelah. Entah sudah berapa kali ia pergi ke sungai terdekat untuk mengambil air. Dan selalu, saat ia kembali dari mengambil air. Ia pasti akan disuruh untuk kembali lagi dengan alasan air yang tadi diambilnya telah dipakai untuk keperluan lain. Rasa malas dikerjai, membuat gadis itu memilih duduk di bebatuan yang ada di sungai tersebut.
Ia mencelupkan kakinya yang sudah bebas dari balutan sepatu dan kaus kaki ke dalam air. Rasa dingin menjalar dari telapak kakinya menuju seluruh tubuhnya membuat panas di hatinya perlahan mendingin. Seulas senyum terbit di wajahnya melihat pemandangan hutan. Pemandangan ini mengingatkannya dengan kebiasaan keluarga kecilnya. Kerinduannya pada alam pun membuncah.
Mata gadis itu terpejam. Ia menghidup dalam aroma embun yang memenuhi hutan. Bau tanah yang basah pun tak mau ketinggalan menyapa indra penciumannya. Suara kicauan burung-burung kecil bak nyanyian pun menyapa telinganya. Tak tertinggal suara arus air sungai yang terdengar bak musik mengalun lembut.
Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Ia yang tengah bersantai, tiba-tiba didorong kuat hingga tercebur masuk ke dalam sungai. Masa nerakanya kembali dimulai lagi. Lagi-lagi, Erina datang untuk mengganggunya.
"Heh! Kamu disuruh ambil air, malah main air," hardik gadis itu galak.
Giana tersenyum miring, ia segera bangkit berdiri. Tak lupa, ia menyiramkan air sungai itu pada Erina dan teman-temannya sebelum keluar dari sungai. "Nih! Ambil nih air," ujarnya. Setelahnya, gadis itu berjalan gontai menuju tenda dengan membawa ember yang sudah penuh terisi air.
#agustusrawspunyacerita
#harikedelapanidedanmagerbalapan
0 comments:
Posting Komentar