Cerbung Zulfa Heart's Problem part4

 Biar gak bingung silakan baca part sebelumnya dulu, ya. Selamat membaca.


Tubuh Zulfa mematung. Ia mengenali suara tersebut walau ia baru pernah mendengar suara tersebut beberapa kali.

“Kamu manggil orang lain mama tapi gak mau manggil mama kamu sendiri mama?” tanya wanita itu tersinggung.

Zulfa mencibir pelan. Ia menarik napas dalam dan menghembuskannya dengan perlahan. “Maaf, Anda siapa, ya?” tanyanya sopan.

“Zulfa! Kurang ajar kamu, ya?” hardik wanita itu sembari melangkah maju ke depan.

Zulfa membalas tatapan tajam tersebut dengan tenang. Ia berusaha agar emosi wanita itu tak mempengaruhinya sama sekali. Senyum sopan ia lemparkan pada wanita itu. “Maaf, Bu. Tapi saya benar-benar tidak tahu ibu siapa.”

Wanita itu memandang Zulfa geram. Ia melayangkan tangannya dan hendak mendaratkan pada pipi Zulfa. Zulfa tentu tak diam saja menerima perlakuan tak menyenangkan tersebut. Ia berhasil menahan lengan kurus wanita itu.

Tatapannya berubah tajam dan dingin. Ia menarik wanita itu agar lebih dekat padanya. “Jangan melakukan sesuatu yang akan Anda sesali nantinya,” bisik Zulfa tenang. Kemudian, ia melepaskan lengan wanita itu.

Wajah wanita itu memerah. Napasnya memburu. Tangannya terkepal di sisi tubuhnya. Ia menatap Zulfa tajam. “Maaf, sepertinya saya salah orang,” ucap wanita itu tak terima.

Zulfa tersenyum ramah. Seberkas sinar puas bersarang di matanya selama beberapa detik dan ditangkap oleh wanita itu. “Tidak apa-apa. Saya bisa mengerti, kok, Bu. Wajah saya memang agak pasaran,” aku Zulfa dengan nada sopan.

Noah memperhatikan Zulfa yang tak biasa dengan pandangan heran. Malam ini, ia melihat sisi lain dari Zulfa. Sisi yang amat sangat berbeda dengan Zulfa yang biasanya. Tak ia sangka, Zulfa yang selalu ceroboh ternyata bisa sedingin itu.

Begitu Zulfa duduk kembali. Dhinar memandangnya cemas. “Kamu gak apa-apa, Zul?”

Zulfa tersenyum tipis seraya menggeleng pelan. “Gak apa, Ma. Lebih baik kita makan aja. Kalau makanannya dingin nanti malah gak enak,” ucap Zulfa mengalihkan topik. Makanan mereka sampai saat wanita tadi menginterupsi acara bincang mereka.

Diam-diam, Zulfa merasa lega lantaran berhasil berkelit dengan menggunakan makanan. Ia merasa sedikit beruntung karena Dhinar dan Noah ternyata adalah tipe yang diam saat sedang makan. Ia jadi bisa mempunyai waktu untuk mengatur kembali emosinya.

Setelah selesai makan, mereka berbincang sejenak. Berbincang hal-hal yang menurut orang-orang ringan, tetapi tidak bagi Zulfa.

“Zulfa ada berapa bersaudara?” Sekali lagi, Dhinar memulai acara interogasinya.

Zulfa tersenyum kikuk dan menggaruk belakang kepalanya bingung. “Eum ... saudara Zulfa banyak, Ma. Tapi bukan saudara kandung. Zulfa selama ini tinggal di panti asuhan.”

Mata Dhinar melebar tak percaya. Ia menutup mulutnya seraya berseru kaget. Sesaat kemudian, tatapan matanya melembut. Ia menarik tangan Zulfa dan meremasnya lembut. “Pasti berat, ya? Kamu hebat, Sayang.”

Zulfa tersenyum tipis. Ia menggeleng pelan hingga sudut matanya menangkap tatapan tak percaya dari atasannya. “Gak kok, Ma. Di panti enak. Nenek sayang sama kita semua. Dan kami juga akur,” jelasnya seraya tersenyum tulus.

“Nenek?” tanya Dhinar heran. Ia tak menyangka yang menjalani panti asuhan tersebut adalah seorang nenek-nenek. Biasanya pasti ada wanita yang usianya belum mencapai atau mungkin lebih sedikit dari setengah abad yang menjalankan panti. Namun, kali ini ia mendengar bahwa seorang nenek yang menjaga anak asuh di panti? Luar biasa!

Zulfa terkekeh pelan. Ia sudah sering mendapati respon seperti ini. Ia mengangguk mantap sebelum bersuara, “Iya, Ma. Nenek yang ngurus panti. Sebenarnya, itu panti almarhum papa yang mendirikan. Tapi sejak papa meninggal, nenek yang ngurus panti itu.”

Sekali lagi Dhinar memamerkan mimik heran. Seorang pria yang mendirikan panti? Luar biasa. Pria tersebut pastilah seorang pria yang sangat baik dan hangat. “Wah! Luar biasa sekali.”

Zulfa tersenyum bangga. “Papa memang hebat,” pujinya tanpa menutupi rasa bangganya sama sekali. Jika saja diizinkan, ia akan sangat bersedia untuk membeberkan kehebatan almarhum papanya itu.

Dhinar mengelus lembut punggung tangan Zulfa. Ia tersenyum hangat dan menatap gadis itu lembut. “Papa kamu benar-benar hebat. Apakah dia ayah angkat?”

Zulfa menggeleng. “Bukan, Ma. Papa kandung Zulfa, kok. Jadi, ceritanya. Zulfa ini anak di luar nikah. Satu hari setelah Zulfa lahir, Ibu Zulfa membuang Zulfa ke ladang orang-orang karena malu punya anak. Lalu, beberapa hari setelahnya, Papa kandung Zulfa berhasil nemuin Zulfa yang hampir aja dijual ke orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Sejak saat itu, Papa mutusin buat mendirikan panti karena gak mau ada anak lain yang merasakan nasib yang sama kayak Zulfa. Dibuang dan gak dijual demi keuntungan pribadi.”

Mendengar itu hati Dhinar seolah teriris. Ia tak menyangka calon menantunya itu memiliki kisah yang begitu pahit. Ibunya Zulfa benar-benar seorang wanita yang tak memiliki hati. Bisa-bisanya ia membuang bayi yang baru lahir. Ia menarik Zulfa ke dalam pelukannya. Ia bahkan tak kuasa menahan air matanya yang mengalir dengan deras hingga membuat Zulfa kebingungan.

“Ma? Kok nangis? Jangan nangis, dong!” pinta Zulfa panik. Ia paling tidak bisa melihat orang-orang menangis. Hal itu akan membuat otaknya menjadi kosong dan tidak berfungsi.

[bersambung]

9 komentar:

  1. Keren, jadi kepikiran buat adain fitur subscribe buat cerbung di blog nih, biar ga ketinggalan. Bisa ga ya? Hehee...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kurang tau sih, Kak..
      tp kalau bisa kayaknya keren

      Hapus
  2. wah..lanjutannya kapan nih, Bagus ceritanya. Suka dengan karakter Zulfa yang santai namun mampu mengendalikan emosi. Pemilihan diksi dialog Zulfa juga menarik. di tunggu lanjutannya ya Kak...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Part selanjutnya sudah ada, Kak..
      Kalau gak keseling sama tugas wajib..
      Mudah"an posting tiap hari sampai tamat..
      Terima kasih, Kak

      Hapus
  3. Masya Allah keren kakak, tulisannya menarik :-)

    BalasHapus
  4. Masya Allah keren kakak, tulisannya menarik :-)

    BalasHapus
  5. keren tulisannya kak menarik buat ku baca

    BalasHapus