"Selamat siang! Ada yang bisa saya bantu?" tanya Kinar begitu menempelkan telepon di telinganya.
Kinar mengangguk paham sembari tersenyum sopan. "Ya, cat minyak warna hitam 9 kaleng, cat dasar warna lime fizz 2 galon. Baik. Pesanannya nanti kami antar." Telepon ditutup.
Kinar menoleh pada Hana yang ada di belakangnya. "Han ...."
Belum sempat Kinar menyelesaikan ucapannya, Hana membentuk jari jempol dan telunjuknya bentuk huruf 'O'. Senyum puas ia berikan pada Kinar. "Tolong print fakturnya dong, Nar."
Kinar mengangguk paham dan langsung membuka aplikasi untuk mencetak faktur. Setelah faktur tercetak, Kinar mengoyak faktur tersebut dan menyerahkannya pada Hana. Hana mengambil faktur lembar paling akhir untuk diarsipnya, lalu membawa faktur tersebut keluar.
"Bang, tolong ambil barang ini, ya," ucapnya sembari menyerahkan faktur tersebut pada Adi.
Adi menerima faktur tersebut dan segera naik ke lantai dua dan mengambil barang yang dipesan kemudian turun ke bawah. Kemudian mengumpulkan pesanan di satu tempat agar setelah jam makan siang barang-barang tersebut bisa diantar.
Hana kembali masuk ke dalam kantor dan merekap penjualan hari ini. Ia melirik sudut kiri layar laptop yang menujukkan sudah pukul 12.59 WIB. Hana melirik Kinar yang masih sibuk mengoreksi jurnal miliknya.
"Nar, makan, yuk!" ajaknya dan segera diangguki Kinar penuh semangat.
"Akhirnya .... Kenapa gak dari tadi sih ngajaknya? Aku udah lapar dari satu jam yang lalu," desah Kinar senang.
Hana memutar bola matanya malas. "Kalau lapar kenapa gak bilang dari tadi sih? Mana aku tau kamu lapar kalau kamu gak bilang," omel Hana gemas.
Ia bahkan tak tahu sudah sesiang itu kalau matanya tak sengaja melirik sudut kiri laptop. Ia pun makan dalam diam. Begitu selesai makan dan mencuci rantangnya. Hana keluar dan mencari Dani.
"Bang Dan, udah boleh keluar, nih. Nanti abang gak sempat balik tepat waktu, loh!" peringat Hana.
Dani mengangguk paham dan mencari kunci mobil. Memasukkan mobil ke dalam gudang. "Cek dulu lah, Han."
"Udah. Waktu abang masukkin mobil tadi. Tinggal naikin aja." Setelah barang-barangnya naik semua, Hana masuk ke dalam kantor.
Begitu masuk, Hana menaikkan alisnya saat melihat Kinar menerima telepon. Tepat saat telepon ditutup, Hana bertanya. "Mama?"
Kinar mengangguk. "Iya, kita disuruh pergi ke rumah tante ngambil sayur. Seperti biasa," ucapnya santai.
Begitu jam pulang, keduanya segera meluncur ke rumah tantenya. Sesampainya di sana, Kinar menelepon tantenya karena saat dibel, tak ada orang yang membuka pintu.
"Loh? Kok kalian ke sini?" tanya Nila, tante Kinar dan Hana, heran.
Kinar dan Hana saling berpandangan bingung selama beberapa detik sebelum kembali menatap Nila bingung.
"Loh? Tapi mama bilang suruh ke sini ambil sayur? Tante gak kasih sayur?" tanya Kinar tak kalah bingung.
Nila terdiam. Ia berpikir sejenak sebelum menggeleng. "Gak kok. Tante gak bilang ada sayur hari ini," ucapnya yakin.
"Loh? Jadi?" tanya Hana heran. Ia menatap Kinar dan bertanya lewat pandangannya.
"Yakin kalian mama suruh kalian ke sini? Tante gak telepon mama kalian loh hari ini," jelas Nila sambil menerawang ke dalam memorinya.
"Telepon deh, Nar," putus Hana yang segera diangguki Kinar.
Kinar mengeluarkan ponsel pintarnya dan langsung men-dial nomor mamanya. Begitu telepon tersambung, Kinar segera memberondong mamanya dengan pertanyaan.
"Mama tadi suruh aku ke tempat tante, 'kan?" tanyanya tanpa basa-basi.
Hana menatap heran pada Kinar yang mendadak tertawa keras begitu selesai melontarkan pertanyaan. Hana yakin 100% bahwa Kinar sudah salah mendengar. Adiknya itu benar-benar mengesalkan. Pasti dia tak mendengar ucapan Mama dengan benar dan hanya sembarangan menyimpulkan.
"Kenapa?" tanya Nila penasaran.
Kinar masih tertawa. Ia berusaha menghentikan tawanya dengan cara menahan napasnya selama beberapa menit. Setelah yakin tawanya sudah hilang. Ia menatap Hana geli.
"Rupanya kita disuruh ke apotik. Bukan ke sini," ucapnya sambil kembali menyemburkan tawa geli.
Nila yang kesal pun menjewer telinga keponakannya gemas. "Aiyah! Tuh lah! Bukannya denger bagus-bagus omongan mama. Malah sembarangan nyimpulin aja."
"Tau tuh, Tan. Emang dasar, ya! Bener kata orang-orang. Manusia hanya mendengar apa yang ingin mereka dengar. Ini salah satu contohnya," omel Hana pada Kinar yang masih sibuk tertawa.
"Ya, maap, Tan. Habis biasanya mama telepon kan cuma buat nyuruh ke tempat tante ambil sayur. Maaf, ya," sesalnya di sela tawanya.
0 comments:
Posting Komentar