Cerbung Zulfa Heart's Problem Part17

 Yo! Masih ingat cerita sebelumnya?

 

"Kamu ngerasa gak sih, Zul?" tanya Rio seraya menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulutnya.

Tangan Zulfa yang hendak menyuapkan sesendok nasi menghentikan gerakan tangannya. Ia menatap Rio dengan alis terangkat. “Ngerasa apaan? Kalau kamu jadi makin nyebelin gitu?” balasnya kalem seraya melanjutkan gerakan tangannya dan melahap makanannya dengan nikmat.

Rio mendelik kesal. Sementara Anggi terkekeh geli. Senang rasanya mendapati Zulfa yang jail kembali setelah beberapa hari belakangan aneh. “Bukan! Dasar aneh! Kamu! Yang aku bicarain itu kamu, Zulfa,” balas Rio sambil misuh-misuh.

Zulfa menyilangkan sendok dan garpunya, lalu memusatkan seluruh atensinya pada Rio. “Emang aku kenapa, Yo?” tanyanya heran. Ia tak pernah merasa ada yang salah dengannya. Ia merasa dirinya biasa saja, tak ada yang berbeda ataupun berubah.

Rio menghela napas lelah. Ia menyilangkan sendok dan garpunya, lalu menatap Zulfa intens. “Kamu ... punya pacar baru, ya?” tembak Rio membuat Zulfa membelalakkan matanya tak percaya dengan pendengarannya.

Wajah gadis itu memerah hingga ke telinga. Anggi yang melihat hal itu pun menunjukkan mimik tak percaya. “Wah! Benar! Pasti Zulfa punya pacar baru,” seru wanita itu heboh hingga membuat beberapa pasang mata menatap mereka penasaran.

Zulfa segera menutup mulut Anggi dan memelototi wanita itu dengan tajam. Ia mengangkat piringnya dan diekori oleh kedua rekannya itu. “Aku masih belum punya pacar baru,” ucapnya santai. Ya, dia tidak berbohong bukan? Dia tak mempunyai pacar, hanya calon suami. Itu juga calon suami sandiwara.

Rio dan Anggi mengangguk-anggukkan kepalanya dengan senyum misterius. “Belum berarti sudah mau, ya, Zul?” tembak keduanya membuat Zulfa memutar bola matanya jengah.

Ia pasti sudah gila jika bisa memikirkan untuk mencari pacar baru di situasi aneh ini. Ia masih bisa mengingat kecupan lembut yang diberikan oleh Noah beberapa malam yang lalu. Setelah itu, ia tak mengingat apapun lagi. Bahkan bagaimana caranya ia pulang dan kapan ia tidur di malam itu pun ia tak ingat.

Malam itu, otaknya benar-benar kosong akibat ciuman dari Noah. Bahkan sampai saat ini, ia masih bisa merasakan bibir lembut yang menempel sempurna di bibirnya. Mendadak, wajahnya memanas hingga ke leher. Ia menggelengkan kepalanya kuat sembari mengusir adegan itu dari otaknya.

“Muka kamu merah. Kamu sakit?” Anggi mengulurkan tangannya dan meletakkannya ke kening Zulfa.

Dengan cepat Zulfa menghindar. Sebuah gelengan tegas juga ia hadiahkan untuk sahabatnya itu. “Gak. Aku gak sakit. Cuma kepanasan.”

Seulas senyum jail mendarat di wajah Rio. “Hayo! Pasti tadi habis mikirin macam-macam, ya? Mikir jorok kamu, ya?” tuduh Rio seraya menyeringai lebar.

Malu. Zulfa pun menggebuk punggung Rio dengan keras. Ia mengayunkan langkah lebar dan meninggalkan kedua sahabatnya yang tercengang tak percaya.

Selama lima tahun menjalin persahabatan, baru pertama kali mereka berdua melihat Zulfa salah tingkah seperti itu. Mereka yakin sekali, pasti ada sesuatu yang terjadi pada gadis itu. Mereka ingat, di saat Rangga mendekati gadis itu, gadis itu bahkan memberikan reaksi yang sangat amat biasa. Seolah sudah sangat berpengalaman dalam hal cinta. Padahal Rangga merupakan pria pertama yang berhasil mendapatkan status ‘pacar’ dari Zulfa.

Rio menatap punggung Zulfa yang kian menjauh dengan pandangan yang sulit diartikan. Anggi memukul punggungnya pelan. “Ayo, jalan!”

Seulas senyum hangat diberikan wanita itu padanya. Rio mengangguk dan berjalan beriringan menuju ruangan mereka. “Kira-kira, siapa, ya?” gumam Rio penasaran.

Anggi mengangkat bahunya tak tahu. “Gak tahu, tapi satu hal yang aku tahu. Kali ini, Zulfa benar-benar jatuh cinta. Aku harap dia pria yang baik,” harap Anggi tulus.

Rio mengangguk menyetujuinya. “Ya, dia sudah begitu banyak mendapatkan luka. Dia harus mendapatkan pria yang baik. Jika tidak, aku tak akan mengizinkannya begitu saja dengan pria tersebut,” gumam Rio rendah.

Keduanya menghentikan pembahasan mereka lantaran sudah sampai di dalam ruangan. Mereka terdiam di pintu ruangan akibat kaget melihat keakraban Zulfa dan Noah. Mereka merasa ada yang lain pada kedua insan tersebut. Bukannya Zulfa dan Noah tak dekat, siapapun tahu kedua insan itu dekat. Hubungan mereka sebagai atasan dan bawahan cukup harmonis, walau terkadang mereka harus melihat Noah yang menahan geram akibat kecerobohan Zulfa.

“Aku merasa mereka aneh,” gumam Rio seraya tersenyum lebar seolah baru memenangkan lotre bernilai miliaran rupiah.

Anggi tersenyum lebar. “Hmm ... aku juga merasa ada yang berbeda dengan hubungan mereka saat ini.” Anggi kemudian menoleh pada Rio dan menatap pria itu intens. “Yo, kalau misalnya. Kalau misalnya aja, nih, ya,” lanjutnya.

Rio mengangkat sebelah alisnya seraya menarik Anggi keluar dari ruangan. “Misalnya apa?” tanyanya penasaran lantaran Anggi tak kunjung melanjutkan perkataannya.

“Kalau misalnya pria yang bikin Zulfa berubah itu Pak Noah, menurut kamu gimana?” tanya Anggi menyuarakan kemungkinan yang melintas di kepalanya.

Rio menggedikkan bahunya tak acuh. “Aku ... jujur aku belum tahu. Maksudnya, kita semua tahu kalau Pak Noah itu pria baik. Tapi kalau dia jadi pasangannya Zulfa .... Entahlah, Gi. Aku harap itu akan berakhir dengan bagus,” balasnya penuh harap.

Sementara itu, orang yang mereka gosipkan berada dalam situasi yang sangat canggung. Zulfa lebih sering menghindari tatapan Noah. Dan Noah seringkali kehilangan kata-kata akibat kejadian beberapa malam yang lalu.

 

[bersambung]

0 comments:

Posting Komentar