Yo! Masih ingat cerita sebelumnya?
"Kamu ngerasa gak sih, Zul?" tanya Rio seraya menyuapkan
sesendok nasi ke dalam mulutnya.
Tangan Zulfa yang hendak
menyuapkan sesendok nasi menghentikan gerakan tangannya. Ia menatap Rio dengan
alis terangkat. “Ngerasa apaan? Kalau kamu jadi makin nyebelin gitu?” balasnya
kalem seraya melanjutkan gerakan tangannya dan melahap makanannya dengan
nikmat.
Rio mendelik kesal. Sementara Anggi terkekeh geli. Senang rasanya
mendapati Zulfa yang jail kembali setelah beberapa hari belakangan aneh. “Bukan!
Dasar aneh! Kamu! Yang aku bicarain itu kamu, Zulfa,” balas Rio sambil misuh-misuh.
Zulfa menyilangkan sendok dan garpunya, lalu memusatkan seluruh
atensinya pada Rio. “Emang aku kenapa, Yo?” tanyanya heran. Ia tak pernah
merasa ada yang salah dengannya. Ia merasa dirinya biasa saja, tak ada yang
berbeda ataupun berubah.
Rio menghela napas lelah. Ia menyilangkan sendok dan garpunya,
lalu menatap Zulfa intens. “Kamu ... punya pacar baru, ya?” tembak Rio membuat
Zulfa membelalakkan matanya tak percaya dengan pendengarannya.
Wajah gadis itu memerah hingga ke telinga. Anggi yang melihat hal
itu pun menunjukkan mimik tak percaya. “Wah! Benar! Pasti Zulfa punya pacar
baru,” seru wanita itu heboh hingga membuat beberapa pasang mata menatap mereka
penasaran.
Zulfa segera menutup mulut Anggi dan memelototi wanita itu dengan tajam.
Ia mengangkat piringnya dan diekori oleh kedua rekannya itu. “Aku masih belum
punya pacar baru,” ucapnya santai. Ya, dia tidak berbohong bukan? Dia tak
mempunyai pacar, hanya calon suami. Itu juga calon suami sandiwara.
Rio dan Anggi mengangguk-anggukkan kepalanya dengan senyum
misterius. “Belum berarti sudah mau, ya, Zul?” tembak keduanya membuat Zulfa
memutar bola matanya jengah.
Ia pasti sudah gila jika bisa memikirkan untuk mencari pacar baru
di situasi aneh ini. Ia masih bisa mengingat kecupan lembut yang diberikan oleh
Noah beberapa malam yang lalu. Setelah itu, ia tak mengingat apapun lagi.
Bahkan bagaimana caranya ia pulang dan kapan ia tidur di malam itu pun ia tak
ingat.
Malam itu, otaknya benar-benar kosong akibat ciuman dari Noah.
Bahkan sampai saat ini, ia masih bisa merasakan bibir lembut yang menempel
sempurna di bibirnya. Mendadak, wajahnya memanas hingga ke leher. Ia
menggelengkan kepalanya kuat sembari mengusir adegan itu dari otaknya.
“Muka kamu merah. Kamu sakit?” Anggi mengulurkan tangannya dan
meletakkannya ke kening Zulfa.
Dengan cepat Zulfa menghindar. Sebuah gelengan tegas juga ia
hadiahkan untuk sahabatnya itu. “Gak. Aku gak sakit. Cuma kepanasan.”
Seulas senyum jail mendarat di wajah Rio. “Hayo! Pasti tadi habis
mikirin macam-macam, ya? Mikir jorok kamu, ya?” tuduh Rio seraya menyeringai
lebar.
Malu. Zulfa pun menggebuk punggung Rio dengan keras. Ia
mengayunkan langkah lebar dan meninggalkan kedua sahabatnya yang tercengang tak
percaya.
Selama lima tahun menjalin persahabatan, baru pertama kali mereka
berdua melihat Zulfa salah tingkah seperti itu. Mereka yakin sekali, pasti ada
sesuatu yang terjadi pada gadis itu. Mereka ingat, di saat Rangga mendekati
gadis itu, gadis itu bahkan memberikan reaksi yang sangat amat biasa. Seolah
sudah sangat berpengalaman dalam hal cinta. Padahal Rangga merupakan pria
pertama yang berhasil mendapatkan status ‘pacar’ dari Zulfa.
Rio menatap punggung Zulfa yang kian menjauh dengan pandangan yang
sulit diartikan. Anggi memukul punggungnya pelan. “Ayo, jalan!”
Seulas senyum hangat diberikan wanita itu padanya. Rio mengangguk
dan berjalan beriringan menuju ruangan mereka. “Kira-kira, siapa, ya?” gumam
Rio penasaran.
Anggi mengangkat bahunya tak tahu. “Gak tahu, tapi satu hal yang
aku tahu. Kali ini, Zulfa benar-benar jatuh cinta. Aku harap dia pria yang
baik,” harap Anggi tulus.
Rio mengangguk menyetujuinya. “Ya, dia sudah begitu banyak mendapatkan
luka. Dia harus mendapatkan pria yang baik. Jika tidak, aku tak akan
mengizinkannya begitu saja dengan pria tersebut,” gumam Rio rendah.
Keduanya menghentikan pembahasan mereka lantaran sudah sampai di
dalam ruangan. Mereka terdiam di pintu ruangan akibat kaget melihat keakraban
Zulfa dan Noah. Mereka merasa ada yang lain pada kedua insan tersebut. Bukannya
Zulfa dan Noah tak dekat, siapapun tahu kedua insan itu dekat. Hubungan mereka
sebagai atasan dan bawahan cukup harmonis, walau terkadang mereka harus melihat
Noah yang menahan geram akibat kecerobohan Zulfa.
“Aku merasa mereka aneh,” gumam Rio seraya tersenyum lebar seolah
baru memenangkan lotre bernilai miliaran rupiah.
Anggi tersenyum lebar. “Hmm ... aku juga merasa ada yang berbeda
dengan hubungan mereka saat ini.” Anggi kemudian menoleh pada Rio dan menatap
pria itu intens. “Yo, kalau misalnya. Kalau misalnya aja, nih, ya,” lanjutnya.
Rio mengangkat sebelah alisnya seraya menarik Anggi keluar dari
ruangan. “Misalnya apa?” tanyanya penasaran lantaran Anggi tak kunjung
melanjutkan perkataannya.
“Kalau misalnya pria yang bikin Zulfa berubah itu Pak Noah,
menurut kamu gimana?” tanya Anggi menyuarakan kemungkinan yang melintas di
kepalanya.
Rio menggedikkan bahunya tak acuh. “Aku ... jujur aku belum tahu.
Maksudnya, kita semua tahu kalau Pak Noah itu pria baik. Tapi kalau dia jadi
pasangannya Zulfa .... Entahlah, Gi. Aku harap itu akan berakhir dengan bagus,”
balasnya penuh harap.
Sementara itu, orang yang mereka gosipkan berada dalam situasi
yang sangat canggung. Zulfa lebih sering menghindari tatapan Noah. Dan Noah
seringkali kehilangan kata-kata akibat kejadian beberapa malam yang lalu.
0 comments:
Posting Komentar