Ting!
Tanganku segera terulur mengambil benda pipih berbentuk persegi empat itu. Belum sempat membuka notifikasi apa yang masuk, sebuah suara menginterupsi gerakanku.
“Lis, ada orderan,” ucap Naya sambil menyentuh-nyentuh layar ponsel pintarnya.
Aku mengangguk dan mulai membuka aplikasi untuk membuat faktur. Sembari membaca chat orderan masuk yang dikirim oleh sales, aku juga mengetikkan kembali orderan itu ke dalam faktur. Setelah selesai dan mengeklik tombol ‘save’, lalu ‘print’ aku pun bergerak ke printer.
“Udah belum, Lis? Bang Andi udah mau berangkat tuh!” ucap Naya sambil mengintip ke arah luar.
Setelah mengangguk sekali, aku pun berjalan keluar. Kualihkan pandang ke sekeliling dan mencari Bang Andi, tetapi tak dapat kutemukan. Aku pun memutuskan bertanya ke salah satu karyawan yang ada di sana.
“Bang, Bang An mana? Belum berangkat, ‘kan?” tanyaku sambil tetap mengedarkan pandang.
“Toilet, Lis. Belum, kok,” balas Bang Faisal sambil mengepak barang.
“Oh, oke. Makasih, ya, Bang.” Aku pun mulai mengecek barang-barang yang hendak keluar. Saat hampir selesai, aku mengerutkan keningku kebingungan.
Loh? Kok? Ini aku yang salah buka faktur, atau barang yang diambil salah, sih? pikirku bingung. Lantas aku langsung mengambil ponsel dan membukan room chat orderan, kemudian mencocokkannya dengan faktur yang kubuka. Setelah mengecek ulang sebanyak tiga kali dan yakin bukan salahku, aku pun membuka suara.
“Bang, ini barang siapa yang ambil?” Kutatap wajah mereka berlima tenang. Awalnya kelimanya saling bertatapan hingga aku mengulang kembali pertanyaanku, “Ini cat minyak siapa yang ambil?”
Bang Cakka langsung tersenyum cerah, "Oh, itu aku yang ambil."
Aku langsung mengangguk maklum, karena hal seperti ini sudah lumayan sering terjadi. Melihat dia yang masih belum menyadari keadaannya, aku pun bertanya padanya.
"Abang kenapa ngambil yang warna putih?"
Dengan santai, Bang Cakka menjawab, "Ya, karna orderannya warna hitam."
Mataku langsung melotot mendengarnya. Jawaban macam apa itu? Apa dia sengaja ngelakuin itu agar pelanggan telepon ke kantor dan marah-marah? Bener-bener, deh!
"Iya, aku tahu. Orderannya warna hitam, terus kenapa abang ngambil yang warna putih?" cecarku kembali.
"Ya, karna orderannya warna hitam, Lis," ngototnya. Entah masih belum mengetahui kejadian yang tengah terjadi atau ingin membuatku marah.
Aku menghela napas gusar. Dengan amarah yang sudah hampir meledak, aku mengulangi pertanyaanku dengan nada tertahan, "Iya, emang orderannya warna hitam. Terus kenapa abang ngambil yang warna putih?"
"Ya, karna orderannya warna hitam, Lis," ucapnya santai.
Sudah! Cukup! Habis kesabaranku untuk menghadapi dia, aku pun berjalan ke arahnya dengan jengkel. Ingin sekali rasanya aku memukul kepalanya yang tak beres itu.
"Cak, orderannya warna hitam, 'kan?" tanya Bang Faisal berusaha menengahi keadaan sebelum sempat aku mencapai Bang Cakka.
"Iya, orderannya warna hitam," balas Bang Cakka santai.
"Terus kenapa barang yang kau kutip warna putih, Cak?" tanya Bang Faisal tenang.
Bang Cakka berdiri dari duduknya dengan tatapan bingung, "Loh? Gak, kok. Awak (aku) ambil yang hitam tadi. Beneran."
Aku memutar bola mata malas. "Kalau gak percaya cek aja sendiri. Daritadi ditanyain itu juga," ucapku geram.
Setelah Bang Cakka mengecek barang tersebut sendiri. Ia menoleh padaku dan hanya bisa menyeringai malu. "Berarti awak salah ambil. Ya, udah. Awak ganti dulu, ya."
Tanpa menunggu persetujuan, Bang Cakka segera kabur ke atas dan menukar barang tersebut dengan barang yang benar.
Melihatku yang masih kesal, Bang Andi pun berkomentar, "Sabar, ya, Lis. Emang gitu anaknya. Rada lemot."
Helaan napas lelah kuhembuskan berkali-kali. Sumpah demi apapun, aku kesal sekali rasanya. Ingin kujedotkan kepalanya ke dinding. Akan tetapi, tak mungkin kulakukan. "Kurang sabar apa lagi, Bang? Bukannya sekali dua kali kejadian kek gini. Abang tau gak? Tadi aku tuh sampe ngecek ulang di HP karna takut salah buka faktur. Sampe tiga kali, loh. Kukira mataku yang salah. Rupanya .... Udah gitu, ditanya malah gitu amat lagi, Bang. Gak ingat-ingat lah. Udah kutabok bolak-balik, Bang. Untung tuaan dia."
"Ini, udah bener." Bang Cakka kembali dengan 2 dus cat minyak berwarna hitam. Setelah kuberi tanda untuk langsung memasukkannya ke dalam mobil, ia pun melakukannya tanpa melakukan protes.
0 comments:
Posting Komentar