Sepatu kulit selalu meninggalkan kesan mewah dan elegan bagi pemakainya. Tak bisa dipungkiri hal itu membuat permintaan sepatu berbahan dasar kulit menjadi tinggi. Akibatnya, perlu dilakukan pembatasan penjualan agar ekosistem tetap terjaga. Lalu, pernahkah terpikirkan bahwa ada bahan dasar lainnya yang memiliki tekstur yang mirip dengan kulit reptil dan berpotensi untuk menggantikannya—yaitu kulit ceker ayam?
Berbeda dengan kulit ular dan buaya yang dibatasi penjualannya demi menjaga kelestarian ekosistem, kulit ceker ayam sering dianggap sebagai limbah dapur. Sehingga cocok untuk menjadi alternatif lain untuk dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan kulit sepatu. Melalui proses yang tepat, kulit ceker ayam pun bisa disulap menjadi sepatu yang bisa memimpin fesyen masa kini.
Limbah menjadi Ladang Cuan
Kulit ceker ayam biasanya dibuang karena dianggap sebagai sampah. Akan tetapi, tidak bagi seorang pemuda asal Bandung, Nurman Farieka Ramdhany. Ia merupakan satu-satunya pemuda yang berhasil menyulap sampah itu menjadi sesuatu yang bernilai jual tinggi, yaitu sepatu berbahan dasar kulit ceker ayam. Sepatu kulit ceker ayam ini bahkan tak kalah elegan dan mewah bila dibandingkan dengan sepatu kulit ular atau buaya.
Mungkin saat mendengar kulit ceker ayam hanya ada satu kata yang terlintas di otak kita, yaitu amis. Akan tetapi, siapa yang sangka bila melalui proses pengolahan yang tepat, aroma amisnya bisa dihilangkan dan bahkan kulit ceker ayam pun memiliki nilai jual tinggi karena keunikannya. Kulit ceker ayam ini bahkan bisa menjadi solusi untuk mengurangi perburuan liar yang dilakukan untuk menangkap ular dan buaya yang ada di habitat liar demi diambil kulitnya untuk dijadikan bahan pembuat sepatu.
Ide untuk menjadikan kulit ceker ayam menjadi sepatu sebenarnya tak murni datang dari Nurman. Inovasi tersebut berasal dari penelitian yang dilakukan oleh sang ayah yang sedang mendalami penyamakan kulit ceker ayam. Dengan seorang perajin sepatu asal Bandung, Jaja dan pengolah kulit, Amat. Nurman, mencoba melanjutkan penelitian sang ayah.
Source : https://www.instagram.com/hirka.official/
Sebelum memulai prosesnya pembuatan sepatu menggunakan bahan dasar kulit ceker, Nurman memisahkan tulang, daging, dan kulitnya. Proses ini dinamakan penyisitan. Dalam proses ini, Nurman hanya mengambil kulitnya saja yang merupakan bahan dasar utama dalam pembuatan sepatunya. Setelahnya, ia melakukan proses penyamakan untuk menghilangkan bakteri yang mungkin saja bersarang pada kulit ceker tersebut.
Source : https://www.instagram.com/hirka.official/
Begitu bakteri selesai dihilangkan, ia pun mengubah kulit ceker ayam tersebut menjadi material setengah jadi. Setelah melewati beberapa proses, pun dilakukan proses finishing, yaitu mewarnai kulit ceker ayam dan berbagai proses lainnya. Setelah selesai, kulit ceker ayam pun siap dijahit untuk dijadikan sepatu.
Riset tanpa henti
Source : https://www.instagram.com/hirka.official/
Berangkat dari jurnal yang pernah ditulis oleh ayahnya, Nurman pun mulai melakukan riset mengenai potensi kulit ceker ayam sebagai bahan dasar sepatu kulit. Riset tersebut memakan waktu selama empat tahun hingga ia berhasil meluncurkan sepatu pertamanya dengan merek Hirka pada tahun 2017. Hirka sendiri diambil dari bahasa Turki yang berarti dicintai. Ia menggunakan nama tersebut sebagai merek sepatunya dengan harapan bahwa sepatunya bisa dicintai oleh semua kalangan pecinta fesyen.
Pada awalnya, penjualan Hirka tidak berjalan mulus dikarenakan paradigma masyarakat mengenai kulit ceker ayam merupakan limbah. Entah karena mereka merasa jijik atau aneh saat mendengar bahan utama pembuatan sepatu tersebut. Banyak pelanggan yang memutuskan untuk membatalkan pembelian saat mengetahui bahan utamanya yang merupakan kulit ceker ayam, terutama pelanggan wanita. Mempertimbangkan hal tersebut, Hirka pun memutuskan untuk mengambil pasar pria saja. Di awal peluncurannya, Hirka muncul dalam dua versi, yaitu formal dan kasual.
Perjuangan yang Membuahkan Hasil
Pada tahun 2019, Nurman memutuskan untuk mengikutsertakan Hirka di Indonesian Craft Exhibition atau yang lebih dikenal dengan nama INACRAFT. Berkatnya, penjualan Hirka pun melonjak hingga 100%. Awalnya mereka hanya mampu menjual sekitar 100 pasang per bulan. Setelah INACRAFT, penjualan pun naik menjadi 200 pasang per bulan. Bahkan Hirka mampu memperluas pasarnya ke Malaysia, Brazil, Prancis, Hong Kong dan Singapura.
Dan di tahun yang sama, Nurman menerima SATU Indonesia Awards dari Astra atas inovasi kewirausahaan. Setelahnya, Nurman menjadi semakin aktif memperluas produksi sepatunya. Ia juga serta secara aktif mengampanyekan kulit ramah lingkungan. Tak lupa juga rajin mengikuti pameran dagang untuk memperkenalkan sepatu berbahan dasar kulit ceker ayam miliknya.
Sepatu kulit ceker ayam karya Nurman tak kalah elegan dari kulit reptil. Hirka menawarkan alternatif yang lebih ramah satwa, berpotensi menekan perburuan reptil sehingga ekosistem lebih terjaga. Berkat usahanya yang meningkat, Nurman pun berhasil menciptakan lapangan kerja masyarakat lokal Cibaduyut, Bandung, khususnya perajin dan juga pengolah kulit untuk menjahit dan memproduksi sepatu.
Menurut studi dari “The Trade in Southeast Asian Python Skins”, sejak tahun 2000-an, Indonesia mengekspor rata-rata lebih dari 112.000 kulit python per tahunnya dan semuanya berasal dari populasi liar. Sementara berdasarkan studi dari TRAFFIC & UNODC menyebutkan bahwa lebih dari 10 juta reptil, termasuk ular dan buaya, diekspor antara tahun 2005-2013 dari Asia Tenggara. Angka tersebut cukup mengkhawatirkan dikarenakan ekosistem alam bisa menjadi terganggu. Namun, Nurman memberikan solusi yang lebih ramah reptil, yaitu sepatu yang ia buat dari kulit ceker ayam.
Kulit ayam sendiri merupakan limbah dapur yang lebih sering dibuang. Memang belum ada data resmi seberapa banyak limbah kulit ceker ayam tingkat provinsi. Namun, mengingat satu pasang sepatu membutuhkan kulit ceker ayam sebanyak 12-45 lembar yang setara dengan 0,12-0,675 kg. Bila terjual sebanyak 100 pasang sepatu, maka sebanyak 12-67,5 kg limbah kulit ceker ayam yang sudah dimanfaatkan.
Inovasi ini bukan hanya mengenai bisnis, tetapi bisa juga memberikan harapan baru pada limbah yang terbuang. Nurman menunjukkan bahwa fesyen yang keren tidak selalu lahir dari satwa eksotis. Namun limbah pun bisa dimanfaatkan menjadi fesyen yang keren dan elegan. #APAxKBN2025
Sumber :
https://finance.detik.com/solusiukm/d-7407032/kulit-ceker-ayam-disulap-jadi-sepatu-omzetnya-tembus-ratusan-juta [diakses 02 Oktober 2025]
https://ranselsaya.com/2023/10/12/ditangan-nurman-sepatu-kulit-ceker-ayam-mampu-tampil-eksotis-dan-mewah/ [diakses 04 Oktober 2025]
https://www.instagram.com/hirka.official/ [diakses 02 Oktober 2025]
https://www.astridprasetya.com/2024/11/nurman-farieka-ramdhany-sepatu-kulit-ceker-ayam.html#google_vignette [diakses 02 Oktober 2025]
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2025/09/20/inovasi-sepatu-kulit-ceker-ayam-kisah-inspiratif-nurman-farieka-penerima-satu-indonesia-awards#google_vignette [diakses 02 Oktober 2025]