Reading Slump

Hai, gengs! Pernah gak sih kalian mengalami perasaan malas untuk membaca apapun atau bahasa kerennya reading slump? Pasti banyak yang pernah, nih. Ayo, coba unjuk tangan! Kalian yang biasanya sebulan setidaknya baca 1 judul buku, tiba-tiba merasa malas untuk membaca apapun atau saat sedang membaca—bahkan jika itu buku kesukaan kalian—kalian tidak bisa fokus untuk menyelesaikannya hingga akhir. Dan bahkan kalian merasa buku itu sangatlah membosankan.

Saat terkena reading slump pasti akan merasa resah dan stress. Rasanya ingin membaca, tetapi saat mulai membuka buku, perasaan muak malah meluap begitu besar. Lantas, apakah ada cara untuk mengatasi hal ini?

 

3 Tips untuk Mengatasi Reading Slump

Kira-kira bagaimana caranya untuk mengatasi hal tersebut? Yuk, simak 3 tips yang bisa kalian coba untuk menghilangkan reading slump kalian!

a.      Coba buat grup yang terdiri dari beberapa orang yang senang membaca

Dengan adanya teman untuk membaca dan membahas buku tersebut tentunya akan meningkatkan minat baca kita. Walaupun teman-teman dalam satu grup tersebut tidak membaca buku yang sama dengan yang kita baca, pasti tetap rasanya menyenangkan.

Berada di sebuah tempat atau perkumpulan dengan hobi yang sama terkadang bisa memicu sifat kompetitif yang ada di diri masing-masing orang. Atau juga bisa membuat sensasi bahagia lainnya. Apalagi bila teman dari grup tersebut juga bisa diajak sharing mengenai buku yang kita baca. Bisa juga kita mendapatkan rekomendasi buku bagus dari teman-teman tersebut.

b.     Mencoba membaca buku di luar dari genre yang biasa kita baca

Bisa saja kita sudah bosan dengan buku yang biasa kita baca sehingga menyebabkan kita mengalami reading slump. Bila benar begitu alasannya, maka hal ini bisa diatasi dengan mencoba membaca buku dengan genre yang lainnya. Contohnya biasa kita membaca buku yang berbau komedi atau romantis, bisa diganti dengan buku yang bisa memicu ketegangan seperti horror atau thriller.

Lalu, bagaimana bila genre baru yang kita pilih itu bukan ‘aku banget’? Kalau misalnya genrenya bukan ‘aku banget’ bisa coba mulai baca dari buku-buku yang bahasannya ringan. Bila biasanya suka buku yang bahasan berat, bisa dicoba buku bergenre komedi yang bahasannya ringan. Atau bisa dicoba buku yang genrenya sangat berlawanan dengan genre yang biasa kita baca agar bisa mendapatkan suasana yang baru.

c.      Membaca sambil mendengarkan musik yang tenang

Mendengarkan musik yang tenang seperti musik instrumen bisa membuat pikiran kita menjadi lebih tenang dan santai sehingga bisa memperbaiki mood dan menaikkan fokus kita.

 

 

Terima kasih, sebuah ungkapan yang ditujukan kepada seseorang atas rasa bersyukurnya kita karena telah ditolong. Terkadang, orang-orang menyepelekan ungkapan ini. Padahal, ungkapan ini sangatlah berarti bagi beberapa orang—atau mungkin banyak.

 

Thank you, Me!

Hello, Me!
Gimana kabar kamu? Lelah, ya? Pasti capek, ‘kan? Iya, sabar, ya. Sebentar lagi. Cuma aku gak bisa bilang mau sampai kapan sebentar itu. Pokoknya, ayo berjuang sebentar lagi.

Ayo, kita berjuang yang rajin biar nanti semua rasa lelah kita bisa terbayarkan.

Kemaren Elsa pernah tanya, ya? Kapan aku gak sibuk. Terus jawaban aku “mungkin saat aku mati nanti.”

Ayo kita berdoa supaya itu gak terjadi. Aku kan juga mau ongkang-ongkang kaki sambil nerima uang. Wkwkwkw
Hei!

Aku mau bilang, makasih karena sudah berjuang sejauh ini. Karena sudah sejauh ini, gimana kalau kita jalan lebih jauh lagi. Jalan yang jauhhhhhhhhhhhh banget sampai kita nemuin pada bunga buat diri kita sendiri.

Jangan khawatir, nanti kalau keadaannya sudah agak membaik. Mari kita bersenang-senang, beli apa pun yang kamu mau. Entah itu tas atau jaket atau mungkin makanan.

Ayo berjuang sebentar dan jebol ke platform berbayar biar bisa nabung lebih banyak. Ah, terima kasih karena sudah mulai konsisten nulis biar bisa nambah-nambah tabungan ya.

#jurnalhydramates
#jurnal_hm_maret
#jurnal_hm_minggu_ke5
#day15
#15daysjournalingchallenge

 

Di dalam hidup ini pasti selalu saja ada keadaan yang membuat kita jatuh. Kemudian, kita akan memilih untuk menyerah dalam segala hal. Termasuk pada hidup. Bila ditanya, apakah aku pernah mengalami hal tersebut? Aku akan menjawab sering.

 

Menyerah dengan Hidup

Setidaknya, pasti ada satu kali dalam hidupku aku pernah berpikir untuk menyerah akan semuanya. Yah, bukan sekali sebenarnya, sudah sering. Bahkan, di saat sekarang, saat aku menulis ini, aku berpikir untu menyerah akan segalanya.

Aku lelah dan capek akan semuanya. Padahal tak begitu banyak kegiatan yang aku lakukan, tetapi rasanya tubuh ini hampir copot semua. Hal-hal yang biasanya menyenangkan pun kini terlihat tak begitu menyenangkan lagi.

Setiap hari hanya ada pikiran-pikiran negatif yang datang untuk bertamu. Bukan hanya itu saja, mereka pun bahkan dengan seenaknya menguasai semuanya hingga semua keadaan dan semua orang terlihat buruk di mataku.

Aku selalu ingin menyerah akan semuanya. Apalagi ketika orang-orang mengatakan “tidak bisa” padaku. Padahal, aku yakin aku bisa. Namun, karena tak ada yang mendukung. Semuanya terasa semakin berat.

Saking beratnya, aku sampai berpikir, “Apakah aku memang segitu tak layakkah? Kalau begitu, buat apa aku hidup kalau semuanya tidak bisa aku lakukan atau aku kerjakan?”

Pada dasarnya, aku memang memiliki kepercayaan diri yang rendah. Aku juga tak meminta bantuan kalian untuk membantuku mencapai semua tujuanku. Aku hanya ingin setidaknya kalian tidak menjatuhkanku kalau memang tidak ingin mendukungku.

Apa untungnya bagi kalian untuk menjatuhkanku? Aku tahu kalau aku yang berpikir bahwa aku hanya berdiri di tempat karena kalian itu sama sekali tidak benar. Pada dasarnya, aku memang pengecut yang tak bisa melakukan apa pun.

Namun, ada yang pernah mengatakan bahwa selama kita masih bernapas. Itu artinya kita masih diberikan kesempatan untuk melakukan apa yang akan kita lakukan. Melakukan apa yang kita inginkan dan gagal akan lebih berarti daripada duduk sambil menunggu kematian datang menjemput.

 

#jurnalhydramates
#jurnal_hm_maret
#jurnal_hm_minggu_ke5
#day14
#15daysjournalingchallenge

 


Semua orang pasti akan menilai orang-orang yang ditemuinya. Begitu pula denganmu dan aku. Aku menilai dirimu dan dirimu menilai diriku. Itu adalah hal yang sangat wajar. Lantas, apa masalahnya?

Apakah penilaian orang lain terhadap dirimu atau diriku itu benar adanya? Ya, walaupun hal seperti ini tidak ada benar atau salahnya. Tentu saja tidak ada karena ini bukanlah ujian matematika yang jawabannya hanya satu.

Manusia itu abu-abu, tak ada yang 100% hitam dan juga tak ada yang 100% putih. Memang ada yang lebih condong ke putih atau hitam, tetapi bukan berarti mereka sepenuhnya hitam atau putih. Pasti ada sedikit saja warna putih di dalam hitam atau hitam di dalam putih.

Penilaian Orang Terhadapku

Setiap orang menilaiku sebagai pribadi yang berbeda-beda karena aku selalu memperlakukan orang lain sebagaimana orang lain memperlakukanku. Aku rasa, itu yang kalian sebut dengan banyak muka atau muka dua atau sebutan lainnya. Akan tetapi, bagiku itu berbeda. Itu bukanlah muka dua atau apa pun. Terserah kalian mau menganggap itu pembelaan atau apa, aku tidak begitu peduli.

Di Mata Orang Tua

Di mata kedua orang tuaku, aku dianggap sebagai anak pemalas dan pembangkang. Aku tak tahu mengapa, tetapi aku sering kali tergoda untuk membangkang setiap kali mereka memintaku untuk melakukan sesuatu. Padahal sebenarnya aku juga tidak begitu mengerti mengapa aku melakukan hal tersebut. Entah mungkin hanya karena ingin perhatian lebih dari mereka atau bukan.

Yah, aku memang sering kali mengatakan aku tidak peduli bahwa mereka menyayangiku ataukah tidak. Namun, saat kecil, aku juga ingin diperhatikan sedikit oleh mereka. Aku selalu merasa bahwa mereka jarang memperhatikanku karena mereka lebih menyayangi kakak atau adikku. Mungkin karena keinginan masa kecil yang tak tercapai itu aku lebih sering membangkang. Akan tetapi, sekarang sudah tidak begitu lagi.

Aku lebih sering memilih untuk mendiamkan kedua orang tuaku ketika aku sedang lelah pada mereka. Aku lebih senang dengan perilaku seperti orang asing yang saat ini kami jalani.

Di Mata Teman

Nah, untuk ini sangatlah banyak. Ada yang menganggapku judes, frontal, bermulut pedas, cuek. Untuk ini, aku mengakuinya. Semua itu benar. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa aku lebih senang sesuatu yang praktis.

Tentu saja. Siapa yang tak senang dengan sesuatu yang praktis. Hal itu tidak merepotkan dan bisa mempersingkat waktu sehingga waktuku untuk bermalas-malasan bisa lebih panjang.

Namun, ada satu penilaian yang menurutku kurang cocok. Aku mengenal seorang teman dari sebuah grup kepenulisan dan ia mengatakan bahwa aku adalah orang yang lucu. Sebelumnya, aku belum pernah mendengar hal itu dan aku rasa image lucu sama sekali tak pantas bersanding denganku.

 

Yah, apa pun penilaian orang terhadapku. Tidak ada dari penilaian tersebut benar ataupun salah. Semuanya benar karena begitulah image-ku tercipta di mata mereka. Aku hanya menyesuaikan perilakuku dengan perilaku mereka sehingga apa yang mereka dapatkan pasti selalu berbeda-beda.

Terkadang, aku bersikap kekanakan pada orang yang kenakan. Aku juga bisa bertingkah menyebalkan pada orang yang menyebalkan. Di lain waktu, aku bisa bertingkah dewasa ketika orang-orang bersikap dewasa. Apa pun itu, memang begitulah caraku membawa diri dalam pergaulan. Mungkin di mata beberapa orang aku itu palsu. Akan tetapi, bagiku itu adalah diriku yang asli. Tergantung sikap dan sifat seperti apa saja yang bisa kalian pancing untuk aku keluarkan saat bersama kalian.

 

#jurnalhydramates
#jurnal_hm_maret
#jurnal_hm_minggu_ke4
#day13
#15daysjournalingchallenge

 


 


Kesalahan

Semua orang pastinya pernah melakukan kesalahan. Tidak! Dalam sehari, pasti semua orang akan melakukan kesalahan—baik besar maupun kecil—seminimalnya satu kali. Tentunya, kesalahan kecil akan bisa ditoleransi dengan mudah. Berbeda dengan kesalahan besar.

Memang benar ada kesalahan besar yang bila bisa diperbaiki, lalu berubah menjadi kesalahan kecil akan bisa ditoleransi. Bahkan, terkadang, kesalahan seperti itu akan dilupakan begitu saja.

Kesalahan Orang Lain : Maafin vs Lupain

Bagaimana bila seseorang melakukan kesalahan padamu? Apa kamu lebih memilih untuk memaafkannya begitu saja? Atau tanpa ia meminta maaf pun kau sudah melupakan kesalahan tersebut?

Kalau itu aku, aku akan menjawabnya tergantung. Tergantung kesalahan seperti apa yang ia perbuat. Karena di mata semua orang selalu berbeda-beda. Bisa saja kesalahan seperti menghilangkan uang Rp.100.000,- di mata orang kaya itu adalah kesalahan kecil. Akan tetapi, di mata orang yang sedang kesulitan ekonomi, itu tentu merupakan kesalahan yang sangat besar dan tak termaafkan.

Kita harus mengingat bahwa apa yang di mata kita merupakan hal sepele, bisa jadi di mata orang lain merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu, kita harus menilai dari sisi orang yang dirugikan juga.

Sama seperti jawaban ambiguku di atas serta penjelasan yang telah kutulis di atas. Bila kesalahan itu merupakan kesalahan kecil di mataku, aku akan memilih untuk melupakannya dan bertingkah seolah tak terjadi apa pun.

Namun, bila di mataku itu merupakan kesalahan yang fatal. Aku harus mempertimbangkan terlebih dahulu, seberapa fatal kesalahan tersebut. Bila tidak fatal-fatal banget, aku akan membiarkannya berlalu. Namun, bila itu kesalahan yang fatal. Bisa jadi maaf pun tak akan bisa kuterima.

Aku memang lebih suka tidak menganggap masalah kecil merupakan masalah karena menurutku itu hanyalah buang-buang tenaga saja. Akan lain ceritanya bila itu adalah masalah besar. Mengingat aku tipe yang pendendam. Bisa saja aku tak bisa memaafkan atau melupakan kesalahan tersebut sama sekali.

 

#day12
#15daysjournalingchallenge


 


Status
Di dunia ini, ada beberapa jenis status, seperti in relationship atau sedang pacaran, menikah, cerai, lajang, dan lain-lain. Setiap orang, pasti memiliki statusnya masing-masing. Entah itu karena pilihan atau karena terpaksa. (Eits! Canda dong aku. Jangan sensi banget!)

 

Single Forever

Single atau sendiri. Begitulah statusku saat ini. Dan menurutku, begitu pula statusku untuk ke depannya nanti.

Menurutku, sendiri itu bebas dan tidak terkekang. Aku tak tahu bagaimana bisa, tetapi, selama ini aku selalu merasa aku hidup dalam pengekangan. Dan ke depannya, aku tak ingin seperti itu lagi.

Di mataku, menjalin hubungan, itu berarti aku menyiapkan sangkar lainnya. Aku tak ingin keluar dari sangkar sekarang hanya demi masuk ke sangkar lainnya. Aku ingin hidup dengan bebas.

Mungkin, banyak yang mengatakan bahwa ini adalah keputusan bodoh dan ceroboh. Akan tetapi, siapa yang peduli. Aku yang menjalani ini semua. Bukan kamu, dia, atau mereka. Hanya aku. Jadi, yang harus mengambil keputusan sendiri di sini adalah aku seorang. Aku tak ingin terombang-ambing karena keputusan yang dipilihkan oleh orang lain.

Oleh karena itu, untuk sementara, aku memilih untuk menjadi single forever. Bila tak ada perubahan apa pun, aku akan tetap menjadi wanita single yang bahagia.

Apakah kalian bingung dengan kata ‘untuk sementara’? Pasti bingung, ‘kan? Itu karena aku sempat berjanji pada ibuku bahwa bila suatu saat nanti ada pria yang datang padaku dan melamarku, lalu kami berdua cocok. Aku akan menerimanya. Tentu saja dengan pertimbangan bahwa ia mengerti diriku. Atau seminimalnya, dia akan mencoba untuk mengerti diriku sebelum menghakimiku macam-macam terlebih dahulu.

 

 

#jurnalhydramates
#jurnal_hm_maret
#jurnal_hm_minggu_ke3
#day11
#15daysjournalingchallenge


 


Tampil Percaya Diri

Semua orang pasti ingin tampil percaya diri, di mana pun dan kapan pun. Sama halnya denganku. Akan tetapi, itu semua bukanlah hal yang semudah membalikkan telapak tangan. Loh? Terus apa yang harus dilakukan agar bisa tampil percaya diri?

Tenang! Tenang!

Jawabannya, cukup tenang. Cek ulang penampilanmu dari atas ke bawah. Malu-maluin atau tidak? Kalau tidak, ya pede saja. Kalau iya, gimana dong? Tentu saja harus ganti.

Gak ada waktu untuk ganti? Tenang! Tenang! Ayo, permak penampilan tersebut sebisa mungkin. Entah bajunya digulung agar terlihat lebih trendy atau rambutmu yang terikat digerai agar terlihat lebih menawan.

 

Tips dariku

Sebenarnya, aku tak memiliki tips apa pun untuk tampil percaya diri. Aku sendiri cukup minder dengan penampilan fisikku. Akan tetapi, untuk otak, aku rasa aku cukup percaya diri bahwa aku tidak bodoh-bodoh banget sampai bisa menyandang gelar bodoh.

Satu hal yang bisa membuatku percaya diri adalah saat di mana aku bisa memprediksi apa saja yang akan terjadi pada keadaan-keadaan tertentu. Di saat itu, aku yakin aku bisa menyelesaikan apa saja yang ada karena telah memutar berbagai skenario di otak

 

Ini tulisan apa sih? Kok gak jelas. Oke. Abaikan!

 

#day10
#15daysjournalingchallenge